Oleh: islam feminis | Juni 17, 2007

Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius (2); Perempuan dan Pendidikan

kanak-kanak-berjilbab.jpg

Seorang ibu yang merupakan pendidik pertama dan utama, seharusnya memahami hal ini karena masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan kepribadian manusia. Seorang ibu berperan dalam langkah awal untuk menghasilkan generasi yang berkembang dari sisi tubuh, intektualitas, kecerdasan sosial, maupun religiusitasnya, sehingga tidak lahir ‘generasi kartun’.

——————————————–

Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius (2); Perempuan dan Pendidikan

Oleh: Euis Daryati

Peran Perempuan

Bruce J. Cohen dalam karyanya yang berjudul “Introduction To Sociology” mendefinisikan peran sebagai berikut, “Setiap perilaku yang diharapkan (dinantikan) oleh pihak lain terhadap setiap pemilik kedudukan tertentu.”[viii] Berdasarkan definisi di atas, ketika kita berbicara tentang peran perempuan, berarti kita berbicara tentang harapan dan penantian orang lain terhadap perempuan. Dengan kata lain, berbicara tentang apa yang dapat dilakukan perempuan dengan status dan kedudukannya sebagai perempuan. Secara umum, peran perempuan (women’s role) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok; peran yang dimainkan secara langsung (straight role), dan peran tidak langsung (no straight role). Yang dimaksud dengan peran secara langsung adalah peran yang secara langsung dilakukan oleh perempuan dan pengaruhnya langsung dapat dirasakan. Adapun peran secara tidak langsung adalah peran yang secara tidak langsung dilakukan perempuan, dan pengaruhnya pun dirasakan secara tidak langsung.

Dalam mewujudkan masyarakat religius, kita harus menilik kembali peran perempuan baik yang dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Peran yang secara langsung dapat langsung mempengaruhi dalam proses pembangunan sebuah tatanan masyarakat religius. Walau mungkin peran secara langsung kurang membantu dalam pembangunan sebuah masyarakat religius, akan tetapi lambat laun dan dengan berlalunya waktu, pengaruh tersebut akan dapat dirasakan. Adapun peran secara tidak langsung (no straight role) secara global dapat dibagi ke dalam dua kelompok sebagai berikut:

1. Sebagai Ibu (Pendidik Pertama)

1.1- Tujuan Pendidikan

Manusia merupakan wujud dua dimensi, dimensi materi dan non materi. Sisi materi maupun non materi manusia sama-sama memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika pemenuhan kebutuhan itu hanya dilakukan sebagian saja, atau tidak sama sekali, akan terjadi kepincangan. Kita dapat lihat pada masa sekarang ini -terkhusus pada dunia Barat ataupun pada masyarakat kita sendiri- manusia hanya dianggap sebagai robot hidup. Manusia hanya dianggap memiliki tubuh materi, semuanya hanya cenderung ke arah kehidupan materialistis. Krisis spiritual, kehampaan, dan kehilangan jati diri adalah merupakan efek dari kehidupan materialistis.[ix] Menjamurnya pusat-pusat kajian keagamaan di kota-kota besar merupakan bukti bahwa pemenuhan kebutuhan satu sisi saja tidak akan memberikan ketenangan kepada manusia dan hal ini menjadi pertanda babak baru terbukanya kesadaran religius pada masyarakat kita.

Oleh karena itu, jelaslah bahwa dalam berbagai sistem pendidikan -baik formal maupun informal- pemenuhan kebutuhan materi dan non materi manusia haruslah dipenuhi secara seimbang. Namun sayangnya, fenomena yang sering kita saksikan adalah pembatasan arti pendidikan pada pendidikan formal saja, sehingga manusia dianggap terpelajar jika dia telah belajar secara formal. Manusia dianggap sukses bila telah meraih ijazah formalitas dan jarang sekali orang yang meraih pencerahan religiulitas dan spiritualitas disebut sebagai orang sukses.

Sementara itu, dalam pandangan Islam, tujuan pendidikan adalah mencapai nilai-nilai dan norma-norma yang ada. Secara umum nilai-nilai yang ingin dicapai melalui pendidikan dapat dibagi kepada dua bagian:

Nilai-nilai sementara (berupa materi). Ini adalah nilai-nilai yang harus dicapai dalam rangka memenuhi kebahagiaan dan kebutuhan materi manusia.

Nilai-nilai absolut (berupa nilai-nilai maknawiyah dan spiritualitas). Kesempurnaan dan kebahagiaan ini dapat dicapai oleh manusia melalui perilaku baik, pembersihan jiwa dan hal-hal lain yang bersifat religius.

Sebetulnya, dalam makalah ini saya tidak bermaksud memfokuskan pembahasan pada Islam saja, tetapi ada berbagai faktor yang membuat kajian ini, mau tidak mau, harus terfokus kepada Islam. Pertama, dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, maka dalam rangka mencari solusi dan penyembuhan masyarakat harus dengan merujuk kembali kepada tataran ajaran Islam. Tentu saja, hak-hak pemeluk agama lain di Indonesia tetap harus diperhatikan karena bukankah Islam mengajarkan toleransi sosial keagamaan dan memerintahkan kepada pemeluknya untuk menghormati pemeluk agama lain? Kedua, kalau dilihat secara cermat apa yang tertuang dalam butir-butir Pancasila, akan kita dapati adanya keselarasan dengan ajaran Islam. Untuk menguatkan hal ini, marilah kita kembali menelaah isi Pancasila dan membandingkannya dengan Islam:

Ketuhanan Yang Maha Esa. Islam adalah ajaran yang sangat menekankan monoteisme, semua ajaran Islam teringkas dalam tauhid atau keyakinan atas keesaan Tuhan.[x]

Kemanusiaan yang adil dan beradab. Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, bahkan salah satu sebab utama pengutusan para nabi adalah menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Secara umum keadilan dimaknai sebagai “menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau memberikan sesuatu kepada yang berhak”. Islam juga sangat menekankan masalah adab dan akhlak. Banyak sekali hadis yang menerangkan tentang adab, antara lain, Imam Ali as berkata, “Adab menunjukkan kesempurnaan seseorang”.[xi]

Persatuan Indonesia. Islampun sangat menekankan masalah persatuan dan mencela perpecahan. Sebagai warga negara, seseorang harus menjaga persatuan tanah airnya serta menghindari perpecahan dan keonaran. Sikap seperti ini merupakan salah satu bentuk kecintaan kepada tanah air. Sedangkan cinta tanah air dan membela tanah air hal-hal yang dianjurkan oleh Islam. Karena, jika umat tidak bersatu, dengan mudah mereka akan diporakporandakan oleh musuh-musuhnya. Imam Ali as berkata, “Cinta tanah air sebagian dari iman”.[xii]

Dalam hadis lain berkenaan dengan anjuran membela tanah air, Imam Ali as

berkata, “Jika kamu sekalian menyerah, maka akan hina kalian sehingga para

penjarah menyerbu kepadamu dan negerimu pun akan mereka kuasai.”[xiii]

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Musyawarah merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam sebuah komunitas karena di sana pasti ada berbagai karakter, latarbelakang, sudut pandang, dan pengalaman. Islam menekankan cara musyawarah dalam menyelesaikan urusan kita, sebagaimana yang dapat kita simak dari kedua ayat berikut:

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan”.

(Al-Imron 159)

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah”.

(Asy-Syuaraa 38)

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Agama Islam memerintahkan manusia untuk memberantas kesenjangan sosial. Islam sangat membenci monopoli kekayaan oleh segelintir orang, serta melarang adanya jarak antara si kaya dan si miskin. Kekayaan merupakan anugrah Allah dan amanat yang akan diminta pertanggungjawabannya. Allah sangat mencintai orang menggunakan hartanya untuk membantu orang yang memerlukan, baik sebagai sesama manusia maupun sesama muslim. Zakat dan sedekah adalah merupakan salah satu perwujudan dari sila ini, dan cara untuk mewujudkan keadilan sosial.

Dari poin-poin di atas, dapat kita simpulkan bahwa tujuan pendidikan -baik menurut Islam maupun Pancasila- adalah untuk mencetak generasi yang sehat jasmani maupun ruhani. Seorang ibu yang merupakan pendidik pertama dan utama, seharusnya memahami hal ini karena masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan kepribadian manusia. Seorang ibu berperan dalam langkah awal untuk menghasilkan generasi yang berkembang dari sisi tubuh, intektualitas, kecerdasan sosial, maupun religiusitasnya, sehingga tidak lahir ‘generasi kartun’. Dalam film kartun kita menyaksikan tampilan tokoh-tokoh berkepala besar dan berbadan kecil, atau sebaliknya, berbadan besar namun berkepala sangat kecil.

‘Generasi kartun’ merupakan simbol dari tidak adanya keseimbangan dalam perkembangan manusia. Adalah tugas ibu untuk mendidik anak sebaik mungkin agar kelak si anak tidak tumbuh menjadi seorang berintelektual tinggi, namun berakhlak seperti anak kecil yang tidak tahu mana yang benar, mana yang salah. Manusia yang tidak seimbang inilah yang melakukan korupsi dan penipuan di sana-sini. Bila kita perhatikan, mulai dari koruptor kelas kakap sampai kelas teri di Indonesia kebanyakan adalah orang-orang yang sehat jasmani dan berpendidikan tinggi. Namun, karena sisi moralitas, spiritualitas, dan religiulitas mereka tidak berkembang dengan baik, manusia-manusia seperti itu bisa disebut sebagai manusia yang cacat.

1.2- Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Pendidikan

Pondasi sebuah masyarakat adalah individu-individu, yaitu individu yang dididik dan dibesarkan dalam sebuah keluarga. Untuk menjadikan sebuah masyarakat yang sehat dan religius, maka yang pertama kali harus dibenahi adalah individu-individu sebuah keluarga. Dengan kata lain, sebuah keluarga harus memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya dengan memperhatikan dua sisi kebutuhan manusia, sisi materi dan non materi. Perempuanlah yang pertama kali memainkan peran penting ini ketika ia berperan sebagai seorang ibu. Ibu merupakan pendidik dan sekolah pertama bagi seorang anak. Ibu merupakan pembentuk pertama kepribadian seorang anak. Berkenaan dengan ini J. Russo berkata:

“Anak dapat terdidik sesuai dengan keinginan ibunya, jika engkau ingin dia mengetahui makna keutamaan dan kemuliaan, maka didiklah ibunya”[xiv]

Melalui pendidikan di rumah, seorang ibu mampu membantu anak dalam perkembangan kepribadiannya sehingga ia nanti akan menjadi seorang pribadi yang sehat jasmani maupun ruhani. Tentu saja, seorang anak memiliki ikhtiar untuk menentukan sendiri jalan yang akan ditempuhnya. Namun, sebelum mendapatkan pengaruh dari lingkungan, karakteristik dan kepribadian anak dipengaruhi oleh keluarga, terutama oleh ibunya. Hal ini dikarenakan ibu lebih banyak memiliki waktu bersama anaknya, dan sisi psikologis, kebanyakan anak lebih dekat kepada ibunya, mulai dari masa kehamilan, masa menyusui bahkan masa sesudahnya.

Dalam hal ini terdapat dua teori dari para psikolog yang saling bertentangan, tentang faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada perkembangan anak. Satu teori mengatakan bahwa hanya faktor genetik yang mempengaruhi perkembangan anak, termasuk perkembangan kepribadian maupun karakteristik. Teori ini dikenal dengan teori Developmentalists yang diwakili oleh Arnodl Gessel (1880-1961), kendati pada tahun 1940 ia mengadakan perubahan dalam teorinya dengan menganggap bahwa lingkunganpun mempengaruhi terhadap perkembangan anak, namun dengan tetap menitik beratkan pada faktor genetik.

Teori lainnya menganggap bahwa faktor lingkungan saja yang mempengaruhi perkembangan anak, teori ini dikenal dengan teori Environmentalists yang diwakili oleh Jhon B. Watson (1878-1958). Ungkapannya yang terkenal dalam buku Child Psychology:

“Serahkan kepadaku beberapa anak yang sehat dengan fasilitas yang memadai, maka aku dapat menjadikan satu dari mereka menjadi seorang pakar, seperti dokter, menjadi seorang seniman, menjadi seorang pengusaha, bahkan menjadi seorang pengemis dan menjadi seorang pencuri…” [xv]

Namun sebagian ilmuwan lainnya menganggap bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak, yaitu faktor genetik, lingkungan, dan kehendak pribadi si anak. Dalam kondisi seperti ini, perbedaan kapasitas ketiga faktor tersebut yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak.

1.3- Fase-Fase Pendidikan

Pendidikan anak dimulai sejak masa pra-kelahiran sekalipun. Dalam sebuah hadisnya, Imam Ali as berkata, “Karena jiwa anak-anak seperti tanah kosong, apapun yang ditanam padanya akan tumbuh. Aku memulai pendidikan kalian sejak kecil, sejak sebelum hati (jiwa) menjadi keras dan pikiran menjadi penat…”.[xvi]

Menarik sekali bila kita perhatikan istilah yang digunakan Imam Ali as, yaitu ‘tanah kosong’, bukan ‘lembaran putih bersih’. Tidak semua tanah dapat ditanami, karena ada tanah subur dan tanah gersang. Tanah subur yang memiliki potensi untuk ditanami, ungkapan tanah menunjukkan akan pengaruh genetik terhadap pendidikan anak. Hadis inipun menunjukkan akan urgennya memulai pendidikan sejak kecil. Bahkan dalam Islam fase-fase pendidikan diterangkan secara detail dan dimulai sejak sebelum pernikahan. Dalam makalah ini, fase-fase tersebut hanya akan kami sebutkan secara ringkas, yaitu sbb.

Fase pra-kelahiran (sebagai lahan atau mukadimah untuk mempermudah pendidikan anak pada fase selanjutnya) yang mencakup; memilih pasangan hidup, adab hubungan suami istri, dan sikap selama masa kehamilan. Pada masa kehamilan, segala prilaku seorang ibu akan memberikan pengaruh terhadap janin.

2. Fase pasca-kelahiran

Islam mengajurkan banyak beberapa hal yang sebaiknya dilakukan pada masa tujuh hari pertama usia anak, yang dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan jasmani dan ruhani anak, yaitu: membacakan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri, memakankan padanya sedikit kurma dan air, memakaikan pakaian warna putih, dan tidak memakaikan pakaian berwarna kuning (dalam ilmu psikologi pun diakui adanya pengaruh warna terhadap kejiwaan), mendoakan anak yang baru lahir, memberikan nama yang baik, mengakikahkan, mengkhitankan, serta mencukur rambut bayi dan mengeluarkan sedekah berupa emas atau perak seharga berat rambut bayi tersebut.[xvii]

Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat sensitif dan merupakan masa pertumbuhan. Pertumbuhan badan, tulang, otak harus diupayakan sedemikian rupa agar tumbuh dengan baik. Anak harus dihindarkan dari kekurangan gizi karena akan berakibat buruk terhadap perkembangan selanjutnya. Sebagaimana jasmani anak harus diperhatikan, maka kebutuhan ruhaninyapun harus diperhatikan. Kasih sayang, perhatian, dan spiritualitas adalah kebutuhan ruhani anak yang harus dipenuhi orang tua. Betapa banyak kita saksikan anak yang mencari pelarian dengan menjadi pecandu narkoba dan terjerumus kepada perbuatan buruk lainnya, akibat kurangnya kasih sayang dari orang tua?

Bersambung…


Tanggapan

  1. seorang anak merupakan sang maestro yang dapat menjadi memiliki value andaikan kita memiliki care dan respect yang tinggi dengan mengarahkan dan membimbingkan bukan memaksakan mereka seperti apa yang kita inginkan. tapi janganlah mereka dibiarkan tanpa pengawalan yang intensif. disinilah perlu adanya keseimbangan yang senantiasa berjalan seiring antara kebutuhan jasmani dan ruhani mereka.

  2. saya butuh referensi untuk membuat makalah tentang perempuan indonesia di era globalisasi saat ini. mohon bantuannya


Tinggalkan komentar

Kategori