Oleh: islam feminis | Januari 21, 2008

Peran Perempuan dalam Tragedi Asyuro (bag-III)

asyura1.jpg

Syahidnya Imam Husain as merupakan detik-detik yang paling tragis dan sangat menyayat hati manusia manapun, khususnya bagi orang-orang yang menyaksikan langsung pembantaian dan perlakuan tidak manusiawi Umar bin Sa’ad serta bala tentaranya terhadap Imam Husain as dan para pembelanya. Bagaimana tidak, Imam Husain as yang merupakan manusia suci, cucu manusia termulia dan tersempurna di seluruh alam semesta ini—Rasulullah saw—dibunuh bak hewan najis. Kebiadaban para manusia durjana itu tidak cukup sampai di situ. Mereka menyerang kemah-kemah dan membakarnya. Busana dan perhiasan para perempuan dan laki-laki yang tersisa dari keluarga Imam Husain as dirampas secara paksa.


———————————————————-

Peran Perempuan dalam Tragedi Asyuro (bag-III)

Oleh: Euis Daryati

Ketiga: Pasca Tragedi Asyuro

Syahidnya Imam Husain as merupakan detik-detik yang paling tragis dan sangat menyayat hati manusia manapun, khususnya bagi orang-orang yang menyaksikan langsung pembantaian dan perlakuan tidak manusiawi Umar bin Sa’ad serta bala tentaranya terhadap Imam Husain as dan para pembelanya. Bagaimana tidak, Imam Husain as yang merupakan manusia suci, cucu manusia termulia dan tersempurna di seluruh alam semesta ini—Rasulullah saw—dibunuh bak hewan najis. Kebiadaban para manusia durjana itu tidak cukup sampai di situ. Mereka menyerang kemah-kemah dan membakarnya. Busana dan perhiasan para perempuan dan laki-laki yang tersisa dari keluarga Imam Husain as dirampas secara paksa. Namun Sayyidah Zainab as tampil berwibawa. Keberanian dan kewibawaan yang telah beliau warisi dari kedua orang tuanya yang mulia. Beliau menjadi tempat berlindung para perempuan yang ketakutan menyaksikan sikap-sikap liar para musuh Islam, antek-antek Yazid bin Muawiyah (laknatullah alaihim).

Sewaktu Sayyidah Zainab as menyaksikan kemah-kemah telah dibakar, beliau menoleh ke arah Imam Sajjad as seraya berkata: “Wahai yang merupakan pusaka para pendahulu dan penolong orang-orang yang telah ditinggal, mereka telah membakar kemah-kemah kita semua, apa yang harus kami lakukan?”. Imam Sajjad as menjawab: “Kalian semua harus lari meninggalkan kemah”. Salah seorang saksi tragedi Asyuro menyatakan: “Aku melihat seorang perempuan berwibawa dan agung berdiri di hadapan kemah seraya menoleh ke arah kanan dan kiri, terkadang ia melihat ke arah langit dan bumi lalu masuk ke dalam kemah dan keluar kembali. Sementara kemah tersebut telah dipenuhi kobaran api. Aku bertanya kepadanya kenapa ia berdiri di kemah yang sudah dipenuhi kobaran api, kenapa tidak melarikan dan menyelamatkan diri? Ia menangis seraya berkata : “Wahai syeikh, di dalam kemah terdapat orang yang sakit parah. Beliau tidak mampu untuk duduk dan bangun. Bagaimana kami akan meninggalkannya sendirian di antara kobaran api?”. Dalam riwayat lain, Hamid bin Muslim ia berkata: “Aku melihat Zainab as masuk ke dalam kemah yang telah dipenuhi kobaran api. Kemudian beliau keluar dari dalam kemah dengan membawa seseorang. Aku mengira beliau mengeluarkan jenazah dari dalam kemah. Lalu aku mendekatinya supaya dapat melihat dengan jelas. Ternyata sosok tersebut adalah Imam Sajjad as”. Coba perhatikan kembali kisah di atas wahai para pembaca yang budiman! Bagaimana pengorbanan dan perjuangan Sayyidah Zainab as dalam membela imam zamannya, mungkinkah beliau melakukan hal tersebut hanya berdasarkan tendensi kekeluargaan saja padahal beliau memiliki tingkat makrifat yang sangat tinggi?

Terdapat dua misi penting yang berada di pundak para perempuan pasca tragedi Asyuro; menjaga keberlangsungan serta menyampaikan keimamahan pasca Imam Husain as—sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh Imam Husain as—dan menyampaikan pesan Asyuro sehingga revolusi Asyuro pun menjadi lebih sempurna. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa para musuh Allah berkali-kali berusaha untuk membunuh Imam Sajjad as karena mereka tidak ingin seorang pun dari keluarga Imam Husain as hidup dan tersisa. Namun Sayyidah Zainab as terus menghalau mereka dan membela Imam Sajjad sehingga mereka tidak jadi membunuhnya. Sayyidah Zainab as pernah berkata: “Demi Tuhan, selama aku masih hidup niscaya dia tidak akan pernah terbunuh”.[17] Di sini jelas sekali bagaimana perempuan memainkan peran yang sangat penting dalam peristiwa Asyuro. Sebagaimana mereka membela Imam Husain as dan menganggap beliau sebagai wali Allah di muka bumi dan imam zamannya, mereka pun selalu berusaha membela Imam Sajjad as sehingga garis keimamahan tidak putus dan mereka juga menganggap Imam Sajjad sebagai imam, wali Allah dan al-Qur’an an-Natiq (Quran yang berbicara).

Para musuh Allah dan Rasul-Nya yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad saww menawan keluarga Rasulullah bak para tawanan tentara kafir yang berhasil dikalahkan. Kepala Imam Husain as serta para syuhada Asyura ditancapkan di ujung tombak, bagaikan membawa kepala-kepala hewan sembelihan. Rombongan tawanan berjalan dengan lunglai, namun ketegaran dan kekokohan tetap terpancar dari raut wajah suci mereka karena mereka meyakini tugas berat masih berada di pundak mereka. Mereka harus membuka kedok busuk Yazid bin Muawiyah serta antek-anteknya dan kemudian menunjukkannya kepada dunia Islam serta mensosialisasikan risalah Asyuro seluas-luasnya.

Dalam kesempatan ini, sebaiknya kita menyinggung nama para tawanan perempuan sehingga kita dapat mengenal duta-duta Karbala tersebut. Menurut berbagai sumber, jumlah tawanan perempuan lebih banyak dari jumlah tawanan laki-laki. Tawanan laki-laki berjumlah kurang lebih delapan (8) orang saja sementara para tawanan perempuan berjumlah dua puluh satu (21) orang. Sebagian tawanan perempuan adalah keturunan Bani Hasyim dan sebagian lagi bukan keturunan Bani Hasyim. Adapun tawanan dari Bani Hasyim berjumlah lima belas (15) orang: Zainab binti Ali, Ummi Kultsum binti Ali, Fathimah binti Ali, Fathimah binti Husain, Sukainah binti Husain, Rubab istri Imam Husain, Ruqayyah binti Husain, Ruqayyah istri Muslim bin Aqil, Khausha’ istri Aqil, Ummu Kultsum Sughra (anak Zainab binti Ali), Romlah ibu Qosim (istri Imam Hasan Mujtaba), Laila binti Mas’ud bin Khalid (ibu Abdullah Ashghar), Fathimah binti Hasan Mujtaba dan Syahr-Banu (ibu dari anak kecil yang syahid dibunuh Hani bin Tsabit). Tawanan perempuan yang bukan dari keturunan bani Hasyim: Hasaniyah perawat Imam Ali Zainan Abidin yang berangkat ke Karbala bersama anaknya yang telah meneguk cawan kesyahidan, istri Abdullah bin Umair Kalbi yang berangkat ke Karbala bersama suaminya yang turut syahid di Karbala, Fakihah (pelayan Rubab, istri Imam Husain) ibu dari Abdullah bin Uraiqath yang turut syahid di Karbala, Bahariyyah binti Mas’ud Khazraji yang berangkat bersama suaminya Junadah bin Ka’b serta anaknya Amru bin Junadah yang telah turut syahid di Karbala, pembantu Muslim bin Ausjah (sebagian berpendapat beliau adalah Ummu Khalaf istri Muslim bin Ausjah) dan Fidhah Hindi berdasarkan beberapa riwayat.[18]

Sewaktu para musuh mengarak tawanan dan melewatkan mereka di antara jasad para syuhada, termasuk badan suci Imam Husain as yang di injak-injak pasukan dan kuda-kuda musuh, saat itu Zainab as mendekati jasad Imam Husain as dengan kesedihan yang mendalam. Sembari mengangkat jasad Imam Husain as dan dengan melihat ke arah langit berkata: ” Allahuma taqabbal minna hadza al-Qurban”. “Ya Allah, terimalah sedikit qurban ini dari kami”.[19] Sungguh menakjubkan ungkapan beliau. Semua musibah tersebut dianggap kecil jika semuanya dilakukan demi keridhoan Tuhannya. Kemudian para tawanan pun diarak dari Karbala menuju Kufah. Pesta terbunuhnya Imam Husain as akan dirayakan di istana Ubaidillah bin Ziyad (laknat Allah swt atasnya). Sesampainya di kota Kufah, para penduduk Kufah berkumpul mengerumuni para tawanan untuk melihat keadaan mereka dari dekat. Melihat kondisi tawanan, penduduk ikut larut dalam kesedihan lalu melemparkan makanan ke arah mereka. Namun Ummu Kultsum mengatakan kepada mereka bahwa keluarga Rasul saw diharamkan untuk menerima sedekah. Lantas beliau berkata: “Diamlah wahai penduduk Kufah, para laki-laki kalian telah membunuh orang-orang kami. Apakah pantas para perempuan kalian menangis untuk kami? Ketahuilah, Allah swt akan menjadi hakim di hari pengadilan nanti dan akan mengadili kalian dan kami”. Sedangkan Fathimah binti Husain as berkata: “Binasalah mereka yang tidak menolong imamnya. Binasalah mereka yang tidak membela imamnya. Tunggulah laknat Allah swt, laknat atas orang-orang zalim…”. [20]

Di sini dapat kita saksikan bahwa para perempuan lebih aktif berbicara karena jika Imam Sajjad as yang lebih aktif dan vokal membongkar semua kebusukkan penguasa niscaya jiwa beliau akan terancam bahaya. Setelah itu Sayyidah Zainab as berpidato di hadapan penduduk Kufah. Basyir bin Khuzaim berkata: “Aku melihat Zainab binti Ali saat itu, tak pernah kusaksikan seorang tawanan yang lebih piawai darinya dalam berbicara. Seakan kata-katanya keluar dari mulut Imam Ali as”.

Adapun isi khutbah Sayyidah Zainab as di hadapan masyarakat Kufah adalah sebagai berikut:

1. Menggambarkan dan mengenalkan kondisi dan karakteristik masyarakat Kufah kala itu. Beliau menggunakan perumpamaan sehingga mudah dipahami oleh banyak orang dan menggunakan realitas yang mengisyaratkan sifat-sifat masyarakat Kufah.

2. Sebab-sebab yang menjadikan masyarakat Kufah bernasib seperti itu, di antaranya karena mereka telah membunuh, menyebarkan kejahatan dan kefasadan, cinta dunia, pengecut dan tidak berpendirian (mudzabdzab).

3. Nasib yang akan menimpa masyarakat Kufah setelah menghianati Imam Husain as berupa kecelakaan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Kemudian, para tawanan dan kepala suci Imam Huseian as di arak ke istana Ubaidillah bin Ziyad. Ubaidillah duduk dengan congkak di atas singgasananya. Setelah memasuki istana, Sayyidah Zainab as duduk dengan wajah yang sulit dikenali. Ibnu Ziyad bertanya: “Siapakah dia?”. Sayyidah Zainab as tidak menjawabnya sampai Ibnu Ziyad mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Hal ini merupakan sebuah penghinaan terhadap Ibnu Ziyad yang seorang penguasa. Salah seorang dari perempuan menjawab: “Dia Zainab putra Ali!”. Dengan penuh kecongkakan dan dengan tujuan untuk merendahkan dan meremehkan mereka, Ibnu Ziyad berpaling kepadanya dan berkata: “Puji syukur aku panjatkan pada Allah swt yang telah mempermalukan kalian dan telah membuka kedok kebohongan kalian semuanya”. Zainab as menjawab: “Yang sebenarnya dipermalukan Allah ialah kalian yang fasik dan yang mempunyai kebohongan ialah para pendusta, bukan kami”. Ibnu Ziyad menyahut: “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah timpakan terhadap saudara dan keluargamu?”. Tanpa diduga oleh Ibnu Ziyad, dengan tegas Sayyidah Zainab as menajwab dengan ungkapan yang sangat indah: Tidaklah kulihat semua ini, melainkan keindahan. Mereka ialah orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah swt untuk mati terbunuh. Mereka pun bergegas menyongsong kematian itu. Allah swt kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak engkau akan dihujani pertanyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapakah yang akan menang pada hari itu? Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!!!”[21] Jawaban beliau yang tegas itu mampu mengurangi kadar kesombongan Ibnu Ziyad dan membuatnya merasa dipermalukan di hadapan masyarakat. Ia menjadi marah setelah mendengar jawaban Sayyidah Zainab as.

Jawaban Sayyidah Zainab as di atas melukiskan bahwa beliau lebih mengutamakan keridhoan Ilahi di atas segalanya. Betapa tinggi derajat makrifat beliau. Jelaslah bahwa beliau adalah seorang arif dan merupakan salah satu wali Allah swt di muka bumi. Baginya, segala ketentuan Allah swt adalah indah dan cantik. “Tidaklah kulihat semua ini, melainkan keindahan”. Sungguh ungkapan yang sangat luar biasa, yang tidak tidak akan keluar dari sosok manusia biasa.

Kini telah tiba saatnya untuk menyampaikan kepada masyarakat akan kebenaran dan hakikat Asyuro. Penguasa zalim berusaha berusaha mengelabuhi masyarakat kepada khalayak umum. bahwa mereka berada di pihak yang benar sedang Imam Husain as bersama para pembelanya adalah pemberontak yang menentang penguasa legal. Yazid dan antek-anteknya selalu berusaha mencari justifikasi atas sikap dan perbuatan kejinya terhadap Imam Husain as bersama para pembelanya. Jika para tawanan Karbala diam seribu bahasa dan tidak berusaha untuk membuka kebusukan-kebusukan Yazid dan antek-anteknya dengan berbagai cara seperti melalui pernyataan, sikap dan peringatan maka opini umum akan selalu bersahabat dan mendukung penguasa zalim yang selalu berusaha melakukan fallacy (memutarbalikkan fakta, menampakkan kebathilan sebagai kebenaran atau sebaliknya).

Seusai berdialog dengan Sayyidah Zainab as, Ibnu Ziyad menoleh ke arah Imam Sajjad as dan bertanya: “Siapakah anda?” Imam Sajjad as menjawab: “Aku adalah Ali bin Husain”. “Bukankah Allah telah membunuh Ali bin Husain?” tanya Ibnu Ziyad dengan congkak. Imam Sajjad as menjawab: “Aku memiliki seorang saudara yang bernama Ali bin Husain yang telah dibunuh oleh mereka”. Ibnu Ziyad dengan sombong berkata: “Tidak, Allah yang telah membunuhnya”. “Allah swt telah mengambil nyawanya ketika ia mati,” sahut Imam Sajjad as.[22] Jika kita simak baik-baik dialog ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ibnu Ziyad selalu berusaha untuk mengelabui kaum muslimin. Bagaimana tidak, dengan congkaknya ia mengatakan bahwa Allah-lah yang telah membunuh Ali bin Husain as. Artinya, ia ingin menyatakan kepada khalayak; jangan salahkan kami (Ibnu Ziyad), bukan kehendak kami melakukan pembantaian di Karbala tetapi itu adalah kehendak Allah. Argumen pembelaan diri semacam ini ibarat pepatah yang mengatakan: “Lempar batu sembunyi tangan”. Artinya dengan berkedok keyakinan determinisme (jabriyah), ia ingin berlepas tangan dari kesalahan yang telah perbuatnya Masyarakat awam mungkin dengan mudah akan membenarkan semua pernyataan Ibnu Ziyad, bahwa Allah-lah yang telah membunuh Imam Husain as—dengan takdir yang telah ditentukan oleh-Nya—sementara pasukan Yazid hanya sebagai pelaksana dari takdir tersebut. Pemikiran jabriyah adalah sebuah pemikiran yang cukup membahayakan Islam kala itu. Pemikiran ini telah merubah fakta, memutarbalikkan kebenaran dan kebathilan sedemikian rupa. Oleh karena itu, salah satu misi para tawanan tragedi Karbala—khususnya para tawanan perempuan—adalah merubah pemikiran ini. Mereka harus mampu mengubah opini umum yang tidak bertentangan dengan Islam murni yang dibawa oleh Ahlul Bait as.

Selepas mendengar Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as, Ibnu Ziyad marah. Lantas ia memerintahkan bawahannya untuk membunuh beliau. Namun Sayyidah Zainab as menghalanginya seraya berkata kepada Ibnu Ziyad: “Wahai Ibnu Ziyad, belum cukupkah engkau tumpahkan darah kami?”. Lalu Sayyidah Zainab as memeluk Imam Sajjad dan berkata: “Demi Allah, aku tidak akan pernah berpisah darinya. Jika engkau ingin membunuhnya maka bunuh hugalah aku “.[23]

Inilah risalah pertama yang dilaksanakan para perempuan di kota Kufah. Tugas selanjutnya yang mereka emban adalah menyampaikan misi Asyuro dan mengubah opini umum tentang ahlul bayt Nabi di kota Syam. Saat itu, Syam merupakan ibu kota pemerintahan Bani Umayyah. Islam yang dipeluk oleh penduduk Syam adalah Islam yang dibawa dan dikenalkan Muawiyah yang sejak awal telah membenci Ahlul Bayt Nabi saww. Maka pandangan mereka terhadap Ahlu-Bayt Nabi adalah pandangan yang negatif. Sebagai contoh, dalam sejarah disebutkan bahwa penduduk Syam sangat takjub saat mendengar Imam Ali as dibunuh di mihrab. Dengan takjub mereka berkata: “Ali mendirikan shalat juga?” Sampai sedemikian rupa anggapan mereka terhadap Imam Ali as dan Ahlul Baytnya. Hal ini disebabkan propaganda busuk Muawiyah yang berhasil meracuni otak dan jiwa penduduk Syam. Ketika mereka mengetahui bahwa rombongan tawanan akan dibawa ke Syam, masyarakat Syam segera mengadakan pesta dengan sangat meriah layaknya pesta hari raya. Pesta ini diselenggarakan atas perintah Yazid bin Muawiyah dengan alasan kemenangan pasukannya di Karbala dan untuk menyambut kedatangan para tawanan Karbala.

Diriwayatkan bahwa ketika rombongan tawanan tiba di istana Yazid bin Muawiyah, mereka meletakan kepala suci Imam Husain as di atas nampan dan nampan itu diletakan di hadapan Yazid bin Muawiyah (laknat Allah swt atasnya). Yazid bin Muawiyah memukul gigi-gigi suci Imam Husain as dengan tongkatnya sembari mengucapkan sya’ir- berikut ini: “Bani Hasyim (Rasulullah) telah bermain dengan kekuasaan padahal tidak ada berita yang datang dan wahyu yang turun. Andaikan leluhurku yang mati dalam perang Badar menyaksikan keketakutan dan kekalahan kabilah Khazraj maka mereka akan bergembira ria dan memujiku. Kami melakukan perbuatan ini sebagai balasan atas kekalahan kami dalam perang Badar. Sekarang, kedudukan korban kami (di perang Badar) dan kedudukan musuh kami adalah sama. Jangan katakan diriku dari keturunan Khandaf (nama salah satu leluhur Muawiyah .red) jika aku tidak mampu membalas dendam kepada Bani Ahmad (baca: keturunan Muhammad saww)”. [24]

Dengan tidak sadar, Yazid bin Muawiyah telah membuka kedoknya sendiri melalui syair yang dilantunkannya. Ia menganggap peperangan kaum muslimin dengan kaum musyrikin dalam perang Badar yang telah menyebabkan kematian para leluhurnya adalah perang antar suku. Bukan perang antara hak dan bathil. Lantas apakah orang semacam Yazid bin Muawiyah itu layak menduduki tampuk kepemimpinan Islam, apalagi mengaku sebagai khalifah Rasul saww atas kaum muslimin? Layakkah orang seperti Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan ini dibela? Apakah salah jika kita meragukan keislaman orang yang membela Yazid bin Muawiyah yang fasik dan pemabuk itu, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah beserta para pengikutnya yang mengaku menghidupkan kembali ajaran para salaf saleh dan menyebut dirinya sebagai kelompok Salafy(baca: Wahabi)?.

Hati Sayyidah Zainab as amat tersayat sewaktu menyaksikan prilaku kurang ajar Yazid terhadap kepala suci Imam Husain as. Kemudian dengan suara yang sangat menyayat hati beliau berkata: “Wahai Husain, wahai putra Rasul, wahai putra Mekah dan Madinah, wahai putra Fathimah penghulu para wanita dan wahai putra Muhammad manusia pilihan Allah swt”. Orang-orang yang hadir di tempat itu tersentuh hatinya dan merekapun menangis. Bahkan Yazid diam seribu bahasa. Kemudia Sayyidah Zainab as menyampaikan khutbah Ghara’ di hadapan Yazid bin Muawiyah dengan tujuan menyampaikan kepada Yazid dan khalayak umum tentang kedudukan agung Rasul saww dan menunjukkan kepada mereka bahwa kesabaran para tawanan adalah demi keridhoan Allah swt, bukan karena rasa takut. Dengan bahasa yang sangat fasih Sayyidah Zainab as menyampaikan khutbah tersebut. Adapun isi khutbah beliau adalah sebagai berikut;

1. Peringatan kepada Yazid bin Muawiyah agar tidak menganggap musibah yang telah ia timpakan kepada mereka sebagai sebuah kemenangan.

2. Peringatan kepada Yazid bin Muawiyah akan perlakuan buruknya kepada para tawanan khususnya para perempuan.

3. Memberitahukan kepada khalayak umum tentang jati diri Yazid bin Muawiyah. Ialah adalah cucu dari Hindun neneknya yang telah memakan hati Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasul) dalam perang Uhud.

4. Mengenalkan kepada para hadirin tentang kedudukan Imam Husain as di sisi Rasul saww.

5. Mengingatkan pahala yang diberikan Allah swt kepada para syuhada.

6. Mengingatkan nasib dan siksaan yang akan menimpa orang-orang yang telah berbuat zalim, khususnya pembunuhan yang mereka lakukan terhadap hujjah-Nya di muka bumi.

Ajaib, Yazid bin Muawiyah yang memegang tampuk kekuasaan Islam saat itu hanya diam seribu bahasa. Ia tidak mampu berkata sepatah kata ketika mendengar khutbah Sayyidah Zainab as. Padahal ia bisa saja memerintahkan bawahannya untuk menghentikan khutbah tersebut. Ia tidak melakukan apa pun dikarenakan kewibawaan yang dimiliki oeh Sayyidah Zainab as. Khutbah Sayyidah Zainab itu terus mengiang-ngiang di telinga Yazid.[25]

Diriwayatkan bahwa ketika salah satu sahabat Nabi yang berumur panjang melihat Yazid bin Muawiyah memukul-mukulkan tongkatnya ke gigi suci Imam Husain as, dengan takjub ia berkata: “Engkau memukul gigi Husain dengan kayu ini? Aku melihat kayumu mengenai bagian yang sering dicium oleh Rasul saww. Ingatlah wahai Yazid, pada hari kiamat engkau akan datang dengan Ibnu Ziyad sebagai pensyafa’atmu dan kepala suci ini akan datang sedang Rasul saww sebagai pensyafa’atnya.”

Kemudian Yazid memerintahkan tentaranya untuk menempatkan para tawanan di tempat terbuka. Wajah-wajah suci mereka terbakar teriknya matahari. Namun mereka tetap mengadakan majlis duka untuk Imam Husain as kendati kondisi mereka sangat sulit. Setelah itu, bukan para tawanan saja yang mengadakan majlis duka atas kesyahidan Imam Husain as tetapi para perempuan bani Umayah dan masyarakat Syam pun mengadakan majlis duka yang sama. Khutbah Sayyidah Zainab as telah mampu menyadarkan masyarakat Syam yang tidur dalam kelalain. Beliau telah membuka kedok kejahatan Yazid di hadapan masyarakat Syam dan mengingatkan mereka tentang Ahlul Bayt Nabi saww. Tidak sampai di situ, Yazid pun menjadi ketakutan menyaksikan kondisi yang ada, sampai akhirnya ia menyatakan penyesalan atas pembunuhan Imam Husain as dan melemparkan kejahatan tersebut kepada gubernurnya Ibnu Ziyad.[26]

Hasil Risalah Perempuan dalam Tragedi Asyuro :

1. Melenyapkan pengaruh dari agama yang diperkenalkan Bani Umayyah.

2. Membangkitkan kembali jiwa masyarakat.

3. Menghancurkan pemerintahan zalim.

4. Menyiapkan lahan untuk terwujudnya gerakan dan revolusi dalam masyarakat.

5. Menyadarkan para pendukung rezim serta mampu menumbuhkan rasa berdosa di kalangan mereka.

6. Mengajarkan jiwa tangguh dan bertahan dalam menghadapi kesulitan.

7. Mewujudkan rasa persatuan.

8. Membersihkan pemikiran yang telah terpolusi.

9. Menyiapkan lahan keruntuhan rezim zalim.

10. Menyebarkan ajaran-ajaran Islam, dan lain-lain.[27]

Inilah beberapa risalah yang telah disampaikan para duta Karbala, yang tidak kalah pentingnya dengan Asyuro itu sendiri. Karena dengan peranan yang mereka mainkan misi Asyuro menjadi sempurna. Wallahua’lam [islamalternatif.net]

“Ya Allah, jadikanlah kami Zainab-Zainab masa kini,

Menjadi pembela dan pengusung Asyuro

Menjadi pembela dan pengusung Islam Muhammadi.

Amiin”.


Daftar Pustaka:

[1] Rey Syahri, Muntkhab Mizan al-Hikmah, hal : 42.

[2] Ali Nazri Munfarid, Qesse-ye Karbalo, hal : 70.

[3] Allamah Muhammad Kazim Gazwini, Zainab al-Kubro-minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Farsi, hal :126.

[4] DR. Ali Qoimi, Naqsye-ye Zanon dar Asyuro.

[5] Ibid.

[6] Muhammad Baqir Sadr, Mengungkap Yang Tak Terungkap-Karbala yang Menyisakan Pertanyaan, edisi terjemahan-hal :46.

[7] Sayyid Nurudin Jazairi, Wizegihoye Hazrate Zainab, hal 79.

[8] Allamah Muhammad Kazim Gazwini, Zainab al-Kubro-minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Farsi, hal : 130.

[9] Muhammad Baqir Sadr, Mengungkap Yang Tak Terungkap-Karbala yang Menyisakan Pertanyaan, edisi terjemahan-hal :46.

[10] Ibid hal :126-127

[11] Ali Nazri Munfarid, Qiseyy-e Karbalo, hal : 126-128

[12] Ibid, hal : 292-293, 310-311.

[13] DR. Ali Qoimi, Naqsye-ye Zanon dar Asyuro.

[14] Ali Nazri Munfarid, Qiseyy-e Karbalo, hal : 319-320.

[15] DR. Ali Qoimi, Naqsye-ye Zanon dar Asyuro.

[16] Allamah Muhammad Kazim Gazwini, Zainab al-Kubro-minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Farsi, hal : 181-184

[17] Ibid, hal : 210-213

[18] Ali Nazri Munfarid, Qese-ye Karbalo, hal : 404-407.

[19] Sayyid Nurudin Jazairi, Wizegihoye Hazrate Zainab, hal : 227.

[20] DR. Ali Qoimi, Naqsye-ye Zanon dar Asyuro.

[21] Allamah Muhammad Kazim Gazwini, Zainab al-Kubro-minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Farsi, hal : 305-306

[22] Ibid, hal : 306-307

[23] Ibid, hal : 307

[24] DR. Aisyah binti Syathi’, Banuy-e Karbalo Hazrate Zainab, edisi Persia, hal : 145.

[25] Ibid, hal : 147-148.

[26] Sayyid Nurudin Jazairi, Wizegihoye Hazrate Zainab, hal : 207-208.

[27]DR. Ali Qoimi, Naqsye-ye Zanon dar Asyuro.


Tanggapan

  1. maaf jika saya yang salah.

    bukankah waktu itu Imam Assajad masih bayi?

  2. Assalamualaikum
    Tidak apa-apa, mungkin saudara tertukar antara Ali Ashgar dan Ali Ausath. Terdapat tiga anak laki-laki Imam Husein as yang kesemuanya bernama Ali. Ali Akbar (Ali terbesar) yang telah syahid di Karbala, Ali Ausath (Ali tengan) nama lain dari Imam Sajjad as / Ali Zainal Abidin (gelar Imam Sajjad as yang artinya penghias para penghamba / yang beribadah) dan Ali Ashgar (Ali terkecil), beliau pun telah syahid di Karbala dipanah oleh musuh sewaktu Imam Husein mengangkat beliau yang sedang menjerit-jerit kehausan agar musuh iba terhadapnya dan diberikan air kepadanya, namun para musuh malah melesatkan panah kepada Ali Ashgar hingga mengena lehernya dan syahid. kala syahid beliau masih bayi.
    Wassalam

  3. Panjang bener neng…..

    Sayang daftar pustakanya tidak mencantumkan tahun hidup penulis atau penerbitan. Sebetulnya untuk perbandingan lebih membantu dilengkapi sumber Sunni yang ikut mengutip. Sebagian besar asing buat saya dan, tentu saja juga buat saudara sunni lainnya…

    Itu kitab yang translete to Indonesia or english, aw tarjim fi arabiya ada dimana? Cari yang gratisan, bisa?

    Bisa bantu, cari informasi buka praktek dokter di Iran buat orang asing, bisa?

    Thx.

  4. Panjang banget, masa? padahal saya telah berusaha menulisnya seringkas mungkin, karena jika ingin lebih detail bisa lebih dari ini.

    Makasih atas masukannya, lain kali saya akan mencantumkannya dengan sempurna. Sebenarnya masih bisa sih sekarang saya cantumkan tahun hidup penulis dan penerbitannya, hanya saja nggak ada waktu untuk merujuk ke perpustakan.

    Saya juga menggunakan sumber dari Sunni, hanya saja mungkin saudara nggak kenal nama beliau. D.R Aisyah binti Syathi’ penulis perempuan Mesir, karya beliau banyak dibidang Ulumul-Qur’an dan juga beliau banyak menulis tentang para tokoh perempuan seperti Fathimah Zahra as putri Nabi Muhamad saw, para tokoh perempuan Islam lainnya termasuk tentang Zainab al-Kubro putri Imam Ali as. Beliau menulis tentang peranan Zainab al-kubro di tragedi Asyuro secara terperinci dengan judul “Zainab al-Kubro Bathlatu Karbala [Zainab al-Kubro Pahlawan Karbala]”. Karena beliau orang Arab maka karya-karyanya ditulis dengan bahasa Arab. Mungkin saudara bisa menemukan karya-karya beliau di perpustakaan UIN Jakarta. Saya dapat berita ini dari salah satu akhwat alumnus S1 UIN Jakarta, dan mengambil S2 di UI Jakarta yang datang ke Iran untuk mengadakan penelitian untuk tesisnya.

    Sumber-sumber di atas ditranslate dari bahasa Arab dan Persia. Untuk mendapatkan buku-buku gratisan bisa saja, hanya saja pengirimannya yang untuk luar negeri agak repot.

    Maaf sekali, tentang ini saya nggak bisa bantu.


Tinggalkan komentar

Kategori