Oleh: islam feminis | Juli 22, 2007

Permata itu adalah Wanita Muslimah

wanita-muslimah.jpg

Selayaknya batu mulia, intan dan permata akan dikenal nilai dan harganya saat ‘dipamerkan’, bukan dikunci rapat-rapat dalam lemari besi. Akan tetapi, walau dipamerkan, namun harus tetap diletakkan di kotak yang tertutup, sehingga orang-orang yang melihatnya tidak dapat dengan sembarangan menjamah dan mengusiknya. Wanita muslim bagaikan intan dan permat. Namun bukan berarti lantas ia harus dikurung dan dipenjara dalam rumah saja. Artinya, ia boleh beraktifitas di luar, namun dalam beraktifitas ia harus selalu ‘menjaga penampilan’ sesuai yang dianjurkan agama. Bukan memamerkan tubuhnya dengan murah di depan khalayak.


—————————————-

‘Permata itu adalah Wanita Muslimah ’

Prolog

Dengan tetap menjaga rasa hormat kami terhadap komentar para pengunjung setia nan budiman blog sederhana kami ini, dan dengan niat baik dan tulus kami, juga bukan karena merasa sok pintar dan benar sendiri, izinkan kami untuk berusaha mengkritisi kembali sebagian dari komentar para pengunjung. Tujuan kami ialah agar permasalahan menjadi lebih transparan, dan kami berusaha kembali menggalinya dengan merujuk ke berbagai sumber dan menganalisanya. Karena jika yang ‘kita ketahui’ langsung disetujui tanpa melihat kembali apakah hal itu sesuai dengan apa yang kita pelajari dan kita ketahui selama ini, atau selama tidak bersumberkan pada sumber-sumber otentik dan analisa yang sesuai dengan hakekat riil dan rasional, rasanya tidak bijak apabila menyetujui semua komentar tersebut secara langsung.

Pada kesempatan ini kami akan mengkritisi komentar untuk tulisan saya yang bertema; “Dilema; Karier atau Kelurga” yang telah ditulis oleh saudara saya yang terhormat, AbdulSomad.wordpress.com berikut ini:

Assalamualaikum
Wanita Muslim itu seperti Mutiara, Diamond, barang mahal, memperlakukannya pun semestinya sangat lah hati-hati. Karena kalau tidak hati hati, Wanita Muslim bisa menjadi murah, bahkan tak ada harga.

Islam Feminis: Waalaikum salam wr wb. Islam adalah agama pamungkas yang diturunkan oleh Allah sebagai Rahmatan lil Alamiin. Atas dasar itu Islam adalah agama bijak, diturunkan oleh Dzat Yang Maha bijak (Allah) kepada makhluk yang sangat bijak (Muhammad), melalui perantara makhluk bijak (Jibril), dengan membawa kitab bijak (al-Quran), untuk didengar oleh kaum yang bijak (muslim sejati). Salah satu tanda kebijakan agama ini adalah ia memerintahkan umatnya untuk berlaku bijak. Pengejawantahan dari ke-bijak-an dalam hal ini adalah, berupa perintah untuk bersikap proporsional dalam segala hal, tidak berlaku ekstrim. Dalam arti, Islam adalah agama yang berada pada garis normal dan mengajak kepada umatnya untuk meniti garis tersebut, artinya, tidak berlebih-lebihan dalam segala hal. Keseimbangan adalah merupakan ciri khas agama Islam. Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda: “Sebaik-baiknya urusan ialah yang berada pada garis tengan (seimbang)” (khairal umuuri awshatuhaa).

Keseimbangan dapat diterapkan pada segala hal, termasuk; cinta, benci, suka harta, amal ibadah, dan sebagainya. Singkatnya, baik yang berhubungan dengan masalah duniawi maupun ukhrawi Islam memerintahkan untuk bersikap seimbang, termasuk dalam masalah memperlakukan dan perlakuan terhadap wanita. Benar bahwa dalam kaca mata Islam, wanita bagaikan mutiara. Namun bukan berarti Islam ‘menuhankan’ wanita. Wanita dalam Islam diletakkan pada posisinya secara proporsional, ‘sama’ seperti lelaki. Islam telah mengangkat derajat wanita dari jurang kehinaan, dimana kala itu (pra-Islam) wanita tidak dianggap sebagai manusia. Dalam kaca mata Islam, pada perkara nilai (normatif) dan kemuliaan, tiada perbedaan antara laki-laki dan wanita, keduanya adalah sama. Kemuliaan dan keutamaan dalam Islam tidak ditentukan oleh gendernya, tetapi dari sisi amal perbuatan yang mampu menghantarkan makhluk Allah menuju Kekasih sejatinya. Hal itu sebagaimana yang dapat kita lihat dalam ayat berikut ini:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS al-Ahzab: 35)

Wanita muslimah bagaikan mutiara, persis sebagaimana yang dapat dilihat dalam sebuah riwayat yang telah diungkapkan oleh Imam Ali as: “Wanita adalah wewangian, bukan pahlawan perkasa”. Salah satu falsafah hijab (baca: jilbab) adalah, karena perempuan muslimah bagaikan mutiara. Artinya, dengan mengenakan hijab ia dapat ‘dikenal’ kedudukannya. Dan dengan berjilbab seakan-akan seorang perempuan telah memplokamirkan di hadapan khalayak bahwa perempuan muslimah tadi telah dapat memiliki dirinya sendirinya. Ia tidak ingin seorang laki-laki melihat kepadanya dengan pandangan gendernya, akan tetapi memandangnya dari segi insaniah-nya (sisi kemanusiaan). Kenapa wanita muslimah yang berhijab harus diperlakukan bak mutiara (batu mulia)? Karena dengan berhijab perempuan muslimah tidak dapat dijamah sembarangan. Ia memiliki harga (diri) dan kehormatan yang tinggi, yang tidak dimiliki oleh sembarang batu.

Selayaknya batu mulia, intan dan permata akan dikenal nilai dan harganya saat ‘dipamerkan’, bukan dikunci rapat-rapat dalam lemari besi. Walau dipamerkan, namun harus tetap diletakkan di kotak yang tertutup, sehingga orang-orang yang melihatnya tidak dapat dengan sembarangan menjamah dan mengusiknya. Wanita muslim bagai batu permata, namun bukan berarti lantas ia harus dikurung dan dipenjara dalam rumah saja. Artinya, ia boleh beraktifitas di luar, namun dalam beraktifitas ia harus selalu ‘menjaga penampilan’ sesuai yang dianjurkan agama. Bukan memamerkan tubuhnya dengan murah di depan khalayak sehingga lekuk tubuhnya dapat dinikmati dengan mudah dan menjadi obyek pemuas nafsu birahi lelaki mata keranjang.

Islam sebagai agama terakhir dimana tidak akan ada agama lain pasca penurunannya. Hal itu meniscayakan bahwa Islam harus mampu memberikan sebuah solusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Karena jika kita dituntut harus berbicara secara obyektif maka jikalau terdapat seorang wanita yang hanya memilih menjadi ibu rumah tangga saja -yang merupakan profesi yang paling agung karena ibarat pabrik yang berfungsi membangun kepribadian manusia masa depan- itu merupakan haknya yang mulia yang harus dihormati. Namun Islam harus mampu berbicara pada skup dan skala yang lebih besar. Dan iapun harus mampu menjawab berbagai postulat dan kemungkinan yang akan terjadi. Ini semua adalah konsekuensi logis dan riil dari sebuah ‘agama pamungkas’. Lantas bagaimana jika terdapat seorang wanita yang selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga, iapun memiliki kemampuan profesional lainnya ataupun berkeinginan untuk berkreatifitas? Islam harus bisa menjawab tantangan tersebut. Jika semua wanita ‘dipaksa’ hanya menjadi ibu rumah tangga saja maka akan muncul berbagai dampak negatif, termasuk pemberontakan para wanita. Selain hal itu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang up to date dan universal, hal itupun dapat menjadi obyek Barat dalam menjelek-jelekkan Islam. Padahal Islam telah memiliki solusinya.

Citra buruk dari hal tersebut (pelarangan secara mutlak aktifitas wanita di luar rumah) akan dapat memburukkan reputasi Islam di mata pengikutnya sendiri dan ‘pihak luar’. Islam akan dicap sebagai agama yang kolot, tidak ramah terhadap perempuan dan tidak memikirkan kemajuan intelektual, kreativitas dan aktivitas perempuan. Semua itu akan meniscayakan bahwa Islam pun akan dijauhi oleh semua pihak. Padahal Islam adalah agama rahmat bagi semuanya, tanpa terkecuali. Contoh konkrit dari kasus tersebut, lihatlah kasus Nawel Sa’adawi (tokoh feminis perempuan Mesir) ataupun Fatimah Mernisi (tokoh feminis perempuan Maroko). Padahal jika kita kembali menganalisa tentang backgraound dan biografi mereka (para tokoh feminis) tadi maka akan kita dapati bahwa, bagaimana perlakuan para laki-laki Arab terhadap para wanita, terkhusus yang telah menimpa para tokoh tersebut. Sayangnya, bahkan sedihnya, sekarang ini, selalunya Arab diidentikkan dengan Islam. Padahal banyak tindak-tanduk masyarakat dan kebijakan negara Arab yang tidak mencerminkan ajaran Islam yang sebenarnya. Akan tetapi ajaran Islam yang telah terkontaminasi dengan budaya lokal Arab yang tidak ada kaitannya dengan Islam. Ajaran yang cenderung ‘menuhankan’ lelaki dan ‘merendakan’ perempuan.

Wanita Muslim sudah ditentukan Fitrahnya, Kemuliaannya, Fitrah wanita muslim adalah dirumah, mendidik anak, menjadi ustadzah, menjadi pendamping suami, khodimah.

Islam Feminis: Benar, kodrat dan fitrah wanita ialah menjadi seorang ibu. Kodrat keibuan dan kelembutan ialah yang sangat melekat pada seorang wanita. Ini jika obyek kajian kita berkaitan dengan semua wanita. Karena fitrah berhubungan dengan semuanya. Fitrah artinya ialah; sistem dan bentukan dari penciptaan, yang karenanya tuntutan demi keberlangsungan kehidupan manusia terwujud. Namun di situ terdapat perbedaan kodrat penciptaan antara laki-laki dan perempuan. Wanita dapat mengalami menstruasi, hamil dan menyusui. Dan dari segi kejiwaan sifat kesabaran dan ketelatenan perempuan lebih dibanding seorang laki-laki. Ini semua sebagai pondasi dasar untuk menjadi seorang ibu dan pendidik yang perlu terhadap kesabaran dan ketelatenan yang lebih. Sementara laki-laki kodratnya tidak seperti itu.

Namun selain memiliki kodrat, para wanita pun memiliki potensi dan bakat yang berbeda. Jika kodrat bersifat universal dan dimiliki oleh semua wanita secara sama, namun potensi dan bakat dimiliki para wanita secara berbeda. Artinya tidak mungkin semua wanita memiliki potensi dan bakat yang sama. Dan apakah salah jika wanita mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya dengan tetap tidak melupakan kodrat dan tugas utamanya? Apakah sama sekali ia tidak dapat melakukan aktifitas di luar rumah? Murtadha Muthahari yang memiliki berbagai karya, terkhusus yang membahas tentang masalah “hak-hak perempuan dalam Islam” mengatakan: “Salah satu falsafah hijab (baca-jilbab) agar seorang muslimah dalam beraktifitas sosial. Karena jika berada di dalam rumah dan tidak ada non muhrim maka tidak lagi diwajibkan atasnya berhijab. Ketika dikatakan pada seorang muslimah “berhijablah”, artinya ialah “beraktifitaslah” “.

Islam sebagai agama yang terakhir dan sempurna (universal), serta sesuai tuntutan zaman (up to date) harus mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang muncul pada zaman sekarang. Karena tidak mungkin pada zaman sekarang semua perempuan di suruh (wajib) untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Jika Islam memperlakukan mereka dengan kaku dan bersifat doktrinitas bahwa perempuan tidak berhak untuk berkarier padahal ia selain sebagai ibu rumah tangga mampu melakukannnya, maka benarlah anggapan orang bahwa Islam ialah agama patriarki dan tidak ramah dengan perempuan. Selama karier perempuan tersebut tidak bertentangan dengan kodrat perempuan kenapa tidak diizinkan untuk melakukannya? Bahkan sebagain karier merupakan Fardu kifai (seperti shalat mayat, harus ada diantara mereka yang melakukannya) bagi wanita untuk melakukannya, seperti dokter spesialis kandungan. Mana mungkin seorang wanita muslimah yang sangat menjaga hubungan dan pesan ajaran agama mengizinkan dirinya untuk memeriksakan hal-hal yang sangat privasi kepada laki-laki asing (non mahram).

Oleh karena itu, kenapa Iran yang memploklamirkan dirinya sebagai negara Islam dengan tetap menjaga kodrat wanita, juga memberikan kesempatan dan lahan yang cukup kepada para wanita untuk berkarya dan beraktifitas. Salah satu caranya ialah dengan menyediakan tempat penitipan anak di tempat kerja yang terdapar karyawan perempuan. Sehingga anak-anak, khususnya usia balita yang masih sangat tergantung kepada ibunya dan memerlukan perhatian ekstra masih tetap dapat berhubungan dengan ibunya dan tetap menyusu ASI hingga usia dua tahun. Dan tentu, seorang wanita beraktifitas bukan hanya karena tuntuan materi saja, akan tetapi pada sebagaian ranah adalah merupakan suatu keharusan. Walaupun dalam sistem ekonomi keluarga seorang istri tidak wajib untuk menghidupi keluarga, akan tetapi seorang suamilah yang berkewajiban untuk menghidupi keluarga maka sang suami harus bekerja. Akan tetapi dalam hal kepemilikan, seorang perempuan pun mempunyai ‘hak milik’ sebagaimana yang telah di jelaskan dalam al-Qur’an:

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS an-Nisaa: 32)

Tengoklah di negara bagian di Bangladesh, India, Pakistan, wanita tak ada yg bekerja, tiap rumah anak umur 15 tahun sudah hafal Al-QURAN dan sudah faham Hukum-Hukum Agama.

Islam Feminis: Apakah data ini cukup akurat? Hal itu karena saya juga memiliki banyak teman yang berasal dari ketiga negara tersebut (Bangladesh, India dan Pakistan), dan terbukti, tidak seperti yang saudara katakan. Kita pun sering berbicara tentang sikon negara masing-masing. Selain itu, saya kira tidak semuanya para wanita di Bangladesh, India dan Pakistan semuanya tidak bekerja. Dan saya kira tidak semua wanita yang tidak bekerja dapat mendidik anaknya menjadi penghapal al-Qur’an pada usia 15 tahun. Betapa banyak para wanita yang tidak bekerja namun tetap tidak dapat mendidik anaknya dengan baik. Ini menunjukkan mendidik anak merupakan sebuah keahlian yang memerlukan bekal dan pengetahuan. Dan sebagaimana saya pun tidak yakin wanita pekerja yang juga memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga lantas tidak dapat mendidik anaknya, baik dari segi kecerdasan religius, intelektual dan moral.

Bekerja dan tidaknya seorang wanita tidak dapat menjadi tolok ukur keberhasilan dalam mendidik anak dengan baik. Beberapa dosen saya semasa S1 mayoritas ialah wanita. Dosen sastra Arab, filsafat, irfan (mistic Islam), teologi, sejarah, kristologi, ialah para wanita. Bahkan sebagian mereka merupakan dosen terbagus (teladan) diantara para dosen laki-laki sekalipun. Namun mereka memiliki anak-anak yang sangat sukses baik dalam hal spiritualitas. moralitas maupun inteltualitas. Salah satu idola saya ialah dosen filsafat dan teologi. Beliau sangat menguasai filsafat, baik Islam maupun Barat, bahkan teologi dan irfan sekalipun. Yang saya kagumi dari beliau, karena beliau sangat menjaga sekali jika berhubungan dengan laki-laki Jika tidak darurat, beliau tidak akan berbicara dengan laki-laki dan kadang ketika berbicara tentang Allah beliau akan menangis karena makrifat yang beliau miliki tentang Tuhan. Saya kira disinilah wanita bagaikan mutiara. Wanita dikenal bukan karena tubuhnya tapi keilmuan dan keahliannya.

Ataupun mungkin di Indonesia telah tersebar buku tentang seorang anak yang sejak usia 5 tahun telah mampu menghapal al-Qur’an dengan cara yang ‘aneh’ plus penafsiranya sehingga mendapat gelar doktor di usia 7 tahun. Tidak sampai disitu, iapun kala itu, ketika ditanya oleh seseorang maka ia akan menjawab pertanyaan tadi dengan ayat-ayat al-Qur’an, sampai akhirnya, sekarang di Iran, salah satu metode unggul pengajaran hafalan al-Qur’an ialah dengan menggunakan sistem isyarat. Termasul anak saya pun sempat dimasukan ke kelas hapalan al-Qur’an dengan metoda isyarat tersebut sehingga anak dengan mudah akan memahami dan menghapal ayat-ayat tersebut. Dan sekarang ayah doktor 7 tahun itu memiliki sekolah hafalan al-Qur’an, dapat dikatakan sebagai sekolahan al-Quran terbesar di Iran, yang kelasnya dimulai dari berbagai usia (min 2 tahun). Perlu diketahui, ibu anak kecil yang bernama Sayyid Husein Thaba’thabai itu selain sebagai ibu rumah tangga, beliaupun bertugas sebagai dosen. Sebagaimana pengakuan orang yang pernah melihat beliau mengajar, ketika hendak mengajar, beliau selalu membawa anaknya. Keajaiban yang dimiliki oleh DR kecil ini merupakan hasil kerja keras ibu dan bapaknya karena kedua ibu bapaknya pengahafal (hafidz) al-Qur’an. Walaupun yang lebih banyak bekerja keras mendidiknya ialah ibunya, karena semasa mengandung anak tersebut beliau selalu menjaga kesucian (hadats) dan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an.

(Tambahan: Sedikit promosi, bisa dicari bukunya berjudul “Mukjizat abad 20, Wonderful Propile of Husein Tabataba’i. Malah saya dengar langsung dari temanku (Dina Y Sulaiman yang sekaligus sebagai penulisnya) dalam jangka waktu beberapa bulan buku itu telah memasuki cetakan ke-4).

Dan jangan lupa.. pintu rezeki yg paling tinggi Derajatnya adalah TAQWA bukan kerja. Buka Surat AT-THALAQ ayat 2 … 3. Barang SIAPA ber-TAQWA …bukan barang siapa bekerja …

Islam Feminis: Pertama, coba saudara lihat kembali isi ayat yang saudara sebutkan di atas:

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(QS ath-Thalaq 2-3)

Ayat di atas berbicara tentang ketakwaan dan efek yang didapatkan darinya. Dimana orang yang bertakwa selain akan mendapatkan rezeki yang yang dihasilkan melalui usaha (yahtashib) dan tanpa usaha (la yahtasib) pula. Bagian kedualah yang menjadi penekanan ayat tersebut. Dan yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa ayat di atas bukan dikhusukan untuk wanita saja, tetapi untuk umum, baik laki-laki dan wanita yang bertakwa. Sewaktu saudara berargumen dengan ayat di atas bahwa seorang wanita tidak boleh bekerja, lantas apakah seorang laki-laki juga tidak boleh bekerja, cukup bertakwa saja? Selain itu, kita tidak hanya dapat menggunakan satu ayat di atas untuk menentukan satu hukum. Misal kita ingin mengetahui bahwa manusia itu memiliki ikhtiar maka kita tidak cukup hanya menggunakan satu ayat seperti: “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri…”. (QS ar-Ra’ad:11)

Sementara dalam ayat lain Allah berfirman: “Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki…”. (QS Ibrahim:4) Ayat kedua secara sekilas dengan ayat pertama saling bertentangan. Dalam ayat pertama secara sekilas menjelaskan tentang ikhtiar manusia secara mutlak sehingga Tuhan dalam perbuatan manusia sama sekali tidak ikut campur. Akan tetapi dalam ayat kedua sebaiknya, manusia tidak memiliki ihtiyar. Apakah benar antara satu ayat dengan yang lainnya saling bertentangan? Padahal dalam al-Qur’an sendiri dikatakan tidak saling betentangan. Yaitu dengan melihat kedua ayat tersebut dan menggabungkannya baru kita dapat mengambil kesimpulan.

Dalam ayat di atas menerangkan tentang tawakal (menyerahkan dan bersandar kepada Allah termasuk dalam masalah rezeki), namun dalam ayat sebelumnya menjelaskan tawakal setelah bertakwa (takwa bukan hanya omongan saja banyak perwujudan takwa seperti berusaha untuk mendapatkan uang halal adalah salah satu pengejawantahan takwa).

Kedua;: Ketakwaan bukanlah rezeki. Aakan tetapi ia merupakan hasil dari sebuah usaha seorang muslim dan muslimah. Sebagaimana yang diterangkan Allah dalam al-Qur’an: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian ialah orang yang bertakwa”. Takwa merupakan sebuah derajat tertinggi yang hendak dicapai oleh seorang muslim atau muslimah. Hanya saja untuk mencapai ketakwaan terdapat berbagi cara yang dilalui. Dan dengan berbagai status dan profesi seseorang dapat mencapai ketakwaan. Imam Ali dalam khutbahnya telah menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang bertakwa sampai-sampai orang yang mendengarkan khutbah beliau setelah mendengarnya setelah itu langsung meninggal dunia. (dapat dilihat dalam Nahju-Balaghah yang dikenal khutbah Muttaqiin (orang-orang yang bertakwa) atau dikenal juga dengan sebutan khutbah Hamam (karena disampaikan kepada Hamam yang seusai mendengar khutbah tersebut, beliau langsung meninggal dunia).

Bekerja juga merupakan salah satu pintu menuju ketakwaan, jika ia melakukan tugasnya dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah swt.

Ingatlah Siti Maryam, Ibu Nabi Isa, Karena Ke-TAQWA-annya ALLAH turun kan rezeki dari surga untuk beliau. Kenapa para wanita melupakan contoh ini? kenapa ragu pada janji ALLAH..? kenapa bekerja?

Dalam menilai sesuatu tidak selayaknya kita melihat dan menilainya secara sempit. Apakah selamanya wanita bekerja itu negatif? Terus bagaimana dengan Ummul Mukminin Khadijah as yang beliau terkenal sebagai pebisnis? Dan terbukti, Rasulullah saww pun tidak pernah melarangnya, padahal jika tidak sesuai dengan ajaran Islam pasti beliau akan melarangnya sejak semula. Begitu juga dengan peristiwa salah seorang istri sahabat yang telah saya nukilkan dalam artikel yang berjudul : “Dilema; karier atau Keluarga” dimana beliau (Rasul) tidak melarangnya, bahkan beliau mengatakan engkau mendapatkan dua pahala: “pahala infak di jalan Allah dan pahala berbuat baik kepada saudara kerabat”.

Jadi, sekali lagi, kami kira tidak selamanya para wanita bekerja, negatif. Semua itu sangat bergantung pada pribadi wanita tadi dan kerjasama yang baik dengan suaminya, sebagai pemimpin keluarga.

Kita jangan terlalu kaku dalam mengartikan ketakwaan. Ketakwaan tidak hanya dibatasi oleh perbuatan-perbuatan seperti shalat, puasa, haji, sedekah dan sebagainya. Namun lebih umum dari itu, ketakwaan merupakan kedudukan yang dapat dicapai oleh siapapun dan dengan status apapun. Prilaku seorang presiden akan masuk kategori takwa jika ia menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Seorang guru akan bertakwa jika menjadi pendidik yang baik dan benar. Seorang pedagang akan bertakwa jika tidak menipu dan berbohong kepada pembelinya. Seorang suami akan dikatakan bertakwa jika ia menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dan sebaliknya, seorang istri akan dikatakan bertakwa jika menjalankan tanggungjawabnya secara baik dan benar. Takwa sebagaimana yang telah kita ketahui definisinya; “menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya”, memiliki perwujudan yang sangat luas sekali. Wanita bekerja jika ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, dan tentu tidak melupakan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga sehingga rumah tangganya dapat berlangsung dengan baik, juga bekerja dengan tetap menjaga dan menjalankan ajaran agamanya, maka hal itu akan sangat bisa dikategorikan sebagai ketakwaan dan sangat mulia.

Kurang lebihnya saya minta maaf.

Terima kasih

[Euis D/ islamfeminis]


Tanggapan

  1. wah….wah…. panjang banget!
    kudu di print ini!
    [umi punya dongeng buat anak2?]

  2. besnyaaa….terharu bila baca…

  3. tulisan menarik untuk istriku nanti :p jazakallahu

  4. setuju…..
    bangga sekali sama ka euis

  5. aku setuju…………
    semoga aku mempunyai istri yg muslimah……..
    AMIN……!!!!

  6. saluuuut….
    smoga kita muslimah yang berkarier juga mendapatkan ketaqwaan…amin

  7. Islam,muslimah,adalah kehidupanku

  8. Salut untuk artikel2 yg sgt bguna bg sy khususnya,serta untuk para pembaca umumnya.

  9. wahh seru banget …….

    mau duntt buat di jadiin bekel !!!!

  10. Assalamu’alaikum…sblmnya saya mau minta maaf klo saya bukan m’beri tnggapn tp mau b’tny, wanita bisa menmpakkan aurat hny didpn org yg sudh ditentukan dlm Alqur’an.yg dmksud dg menampakkan aurat/perhiasan itu yg bgmn/ada btsny? Meski dg muhrim spti sodara sdr bs menampakkan sluruh auratnya/tdk memakai baju?soalnya saya tinggal dirmh mrtua dmn srg adik prmpuan suami saya umurnya 24th itu dipijat siang hari oleh ibu mertua saya kamarnya dibuka lampu dihidupin tdk pakai baju(kain cm menutupi bag kemaluan), bgmn menurut anda? klo saya trstrang jengkel krn dlu th 2002 suami saya pernh membelai2/ngelus badan adik prmpuannya dan beberapa kali menyenggol dadanya beberapa kali dg sengaja. Dan itu masih membekas sampai sekarang.Dan apa yg dilakukan mertua saya itu bikin saya tmbh jengkel aplagi wktu adik suami dipijat, suami saya wira-wiri didepan kamar adiknya itu(padahal wktu saya lewat dpn kmr adiknya itu trlihat jelas aurat adiknya).kondisi ini berbeda dg di kelrg saya(dimana kl ada yg pijat lk/prmpuan kmr ditu2p&tdk ada yg blh msk smpai slesei,kluar dr kmr mndi baik lk/prmpuan tdk pernah memakai handuk menutupi bag.bwh saja)berbeda skli dg kondisi drmh mertua(pdhl kelrg haji&memakai busana muslimah klo kluar rmh).sblm & sesudahnya saya ucapkan trimakasih dan saya mohon maaf kl t’llu panjang….Wassalam’alaikum


Tinggalkan komentar

Kategori