Oleh: islam feminis | Januari 10, 2008

Peran Perempuan dalam Tragedi Asyuro (bag I)

v_zeinab_9.jpg

Nyawa manusia memang terhormat dan harus dijaga. Namun ketika bahaya menyerang agama, pada saat itu agama harus lebih diutamakan kendati nyawa akan melayang. Itulah yang dilakukan Imam Husain as di Karbala. Tapi yang menjadi pertanyaan ialah; Apakah Asyuro cukup sampai di sini? Siapakah duta-duta di balik tragedi Asyuro yang harus menyampaikan pesan Asyuro? Bagaimanakah peranan perempuan dalam hal ini?

——————————————————————

Peran Perempuan dalam Tragedi Asyuro (bag I)

Oleh: Euis Daryati

Al-Islam, Muhammaddiyatul Huduts wa husainiyatul Baqa’. ‘Asyuro, Husainiyatul Huduts wa Zainabiyatul Baqa”. (“Keberadaan Islam terwujud melalui Nabi Muhammad saww dan kekal melalui Imam Husain as. Keberadaan Asyuro terwujud melalui Imam Husain as dan kekal melalui Zainab as”.)

Ungkapan di atas merupakan salah satu manifestasi dari hadis Rasul saww yang berbunyi: “Husain dariku dan aku dari Husain, Allah mencintai orang yang mencintai Husain”.[1] Ungkapan “Aku dari Husain” mengisyaratkan bahwa kelanggengan Islam Muhammadi terwujud melalui peranan Imam Husain as dalam peristiwa Asyuro. Sedangkan kelanggengan Asyuro terwujud melalui peranan Zainab al-Kubro as. Oleh karena itu, Sayyidah Zainab as juga memiliki peran penting dalam menjaga kemurnian dan kesucian Islam Muhammadi. Hal ini menunjukkan tiga buah mata rantai yang satu sama lain saling berkaitan erat dan tidak mungkin untuk dapat dipisahkan; Nabi Muhammad saww, Imam Husain as dan Sayyidah Zainab as.

Melalui peristiwa Asyuro, terjadi pelurusan kembali agama Islam yang telah diselewengkan. Kita dapat memahami perihal ini jika kita menelaah kembali apa yang telah terjadi di zaman Imam Husain as. Ketika itu, ajaran-ajaran Islam diselewengkan, kebenaran diperlihatkan sebagai suatu kebatilan dan sebaliknya. Sang penguasa melakukan hal-hal yang jelas bertentangan dengan ajaran Islam, padahal ia telah memploklamirkan dirinya sebagai khalifah Rasul saww dan khalifah kaum muslimin. Maka tibalah saatnya Imam Husain as bangkit untuk melawan kezaliman dan memurnikan Islam yang telah dikotori oleh tangan-tangan jahil yang mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad saww. Imam Husain as sendiri telah menjelaskan masalah ini ketika menuliskan wasiat kepada saudaranya Muhammad bin Hanafiah berkaitan dengan sebab-sebab keberangkatannya ke Karbala. Imam mengatakan bahwa keberangkatannya ke Karbala bukan untuk berbuat keonaran dan kerusakan tetapi untuk merevisi kembali kondisi umat kakeknya (Nabi Muhammad saww), menegakkan yang makruf dan mencegah yang munkar serta menghidupkan kembali jalan serta agama kakek dan ayahnya.[2] Imam Husain as datang ke Karbala bukan untuk melakukan gerakan harakiri, akan tetapi demi menyelamatkan Islam Muhahammadi. Meskipun proses penyelamatan tersebut dapat merenggut nyawanya.

Nyawa manusia memang terhormat dan harus dijaga. Namun ketika bahaya menyerang agama, pada saat itu agama harus lebih diutamakan kendati nyawa akan melayang. Itulah yang dilakukan Imam Husain as di Karbala. Tapi yang menjadi pertanyaan ialah; Apakah Asyuro cukup sampai di sini? Siapakah duta-duta di balik tragedi Asyuro yang harus menyampaikan pesan Asyuro? Bagaimanakah peranan perempuan dalam hal ini?

Tidak dapat dipungkiri bahwa di balik setiap tokoh yang menciptakan peristiwa besar, pasti ada peranan perempuan di sana, baik peranan langsung dalam panggung peristiwa atau peranan di balik layar. Di balik “Muhammad” ada “Khadijah”. Di balik “Ali” ada “Fathimah az-Zahro”. Dan dibalik “Husain” ada “Zainab al-Kubro”. Keberadaan Islam, keimamahan (kepemimpinan pasca Rasulullah) dan kelanggengan pesan Asyuro dijaga dan didukung oleh para wanita pilihan nan berani seperti Khadijah as, Fathimah as, dan Zainab as. Meskipun dalam hal ini kita tidak dapat menafikan peranan para pejuang wanita lainnya yang telah ikut andil dalam membela agama Islam.

Secara global peran perempuan dalam tragedi Asyuro dapat dispesipikasihan dalam tiga fase:

Pertama: Pra Tragedi Asyuro

Sebagian orang yang tidak mengetahui kedudukan Imam Husain as mungkin akan bertanya-tanya mengapa beliau membawa para perempuan ke Karbala dan menganggap hal tersebut sebagai sebuah sikap yang sangat konyol dan sia-sia. Beliau sendiri sudah mengetahui keberangkatannya ke Karbala bukan untuk hal-hal yang menyenangkan. Bukankah Imam Husain as mengetahui bahwa bencana dan musibah yang akan menimpa beliau di Karbala? Kenapa beliau tetap bertekad untuk membawa para perempuan dan anak-anak tak berdosa menuju tempat yang tidak memberikan kesenangan buat mereka?[3] Bahkan beberapa para pembesar seperti Ibnu Zubair, Ibnu Umar, Muhammad bin Hanafiah, Abdullah bin Umar dan sebagainya telah melarang Imam Husain as untuk membawa para perempuan ke Karbala. Namun Imam tetap bersikukuh untuk membawa mereka. Bahkan ketika beliau menjawab pertanyaan Muhammad bin Hanafiah tentang sebab dibawanya para perempuan ke Karbala, beliau menjawab:Allah swt telah menghendaki untuk melihat mereka dalam keadaan tertawan“.[4] Berdasarkan ucapan beliau ini, maka salah satu alasan membawa mereka ke padang Karbala adalah untuk melaksanakan kewajiban dan perintah Allah swt.

Selain itu, para perempuan yang ikut ke Karbala bukanlah sembarang perempuan. Mereka adalah para perempuan yang sudah terlatih dan terseleksi, baik dari sisi mental maupun spiritual. Sayyidah Zainab as, misalnya, telah mendapat berita tentang tragedi Asyuro dari kakeknya (Nabi saww) dan ayahnya Imam Ali bin Abi Thalib as. Dewi-dewi ini telah mengetahui bahwa para suami, anak dan saudara mereka akan terbunuh di padang Karbala nantinya. Namun mereka tahu bahwa sebagai gantinya, nyala api Islam akan selalu berkobar. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai ungkapan mereka yang melambangkan gelora perjuangan. Sewaktu Ibnu Abbas melarang Imam Husain untuk membawa para perempuan ke Karbala, Sayyidah Zainab al-Kubro as dan Ummu Kultsum as berkata kepadanya:”Wahai Ibnu Abbas, apakah engkau hendak memisahkan kami dari saudara kami? Demi Allah, kami tidak akan pernah berpisah darinya!“.[5] Oleh karena itu, para perempuan pergi menyertai Imam Husain as atas keinginan mereka sendiri. Ini semua disebabkan kecintaan mereka terhadap Imam Husain as yang tidak dapat dibandingkan dengan kecintaan duniawi apapun. Lebih dari itu, mereka memang mengetahui kedudukan luhur Imam Husain as, sebagai seorang imam, pemimpin dan wali Allah di tengah-tengah mereka.[6]

Oleh karena itu, keikutsertaan para perempuan ke Karbala—khususnya Zainab al-Kubro dan keluarga Imam Husain as—bukan hanya atas dasar kecintaan kepada keluarga saja. Cinta dikarenakan hubungan keluarga bukanlah suatu hal yang salah dan dicela oleh agama. Namun kita juga harus kembali melihat kedudukan tinggi Sayyidah Zainab as, kesempurnaan dan makrifat yang dimilikinya tentang kedudukan Imam Husain as. Ketika menggambarkan kesempurnaan yang dimiliki Sayyidah Zainab as, Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as berkata:Dan engkau wahai bibiku, segala puji sukur bagi Allah swt. Engkau adalah sosok yang berpengetahuan tanpa ada yang mengajari. Dan memahami sesuatu tanpa ada yang memahamkan (menerangkan)“.[7] Sepertinya kurang layak jika Sayyidah Zainab yang memiliki pengetahuan seperti itu berjuang membela Imam Husain hanya dikarenakan kecintaan kepada saudaranya saja. Beliau membela Imam Husain sedemikian rupa karena beliau menganggap Imam Husain as sebagai Imam zamannya dimuka bumi, Wali Allah dan al-Qur’an Natiq (yang berbicara) yang senantiasa harus dibela dan dijaga, dimanapun dan kapanpun ia berada.

Bagaimanapun juga, keikutsertaan para perempuan telah mampu menyempurnakan misi dan revolusi Imam Husain as pasca pembantaian di padang tandus Karbala. Hal ini dikemukakan oleh Muhammad Husain Kasyiful-Ghitho, Allamah Baqir al-Qurasyi, dan DR Ahmad Mahmud Shubhi dalam karya-karya mereka berkaitan dengan hal ini.[8] Para perempuan itu aktif sebagai juru bicara di hadapan masyarakat, menyampaikan tujuan kebangkitan Imam Husain as dan sebab penting mengapa beliau sampai dibunuh. Mereka membeberkan berbagai kebusukan musuh-musuh beliau, mensosialisasikan peristiwa Asyuro seluas-luasnya, sebuah usaha yang tidak pernah dilakukan oleh laki-laki manapun sepeninggal mereka. Sosialisasi ini harus dilakukan di tengah masyarakat. Karena jika tidak maka gerakan Imam Husain as akan mudah terlupakan dan segera lenyap begitu saja ditelan waktu. Itu artinya bahwa gerakan Asyuro tidak memberikan dampak yang semestinya di kemudian hari. Oleh karena itu, sesuai dengan hikmah Ilahi, keikutsertaan para perempuan bersama beliau merupakan sebuah keharusan. Ini sangat relevan dengan pernyataan beliau yang menyatakan; “Allah menghendaki melihat mereka dalam keadaan tertawan”. Penawanan para perempuan menjadi bukti konkrit dalam membuka kedok para musuh-musuh Imam Husain as.[9] Mereka akan menjadi saksi hidup kebejatan Bani Umayah dan para sekutunya dan perlakuan non manusiawi mereka terhadap keluarga Nabi saww serta para sahabat mulia beliau yang turut syahid di Karbala. Andaikan para perempuan itu tidak turut serta pergi ke Karbala, lantas siapa yang akan menyampaikan kepada publik tentang kebejatan, kebiadaban dan perlakuan hewani bani Umayah terhadap para keluarga Nabi saww serta pengikutnya?[10] Inilah salah satu alasan kenapa para perempuan dibawa ke Karbala.

Di sini, perlu disinggung pula tentang peran seorang perempuan yang merelakan rumahnya dijadikan tempat berlindung utusan Imam Husain as, Muslim bin Aqil, ketika tidak ada seorang pun yang bersedia melakukannya disebabkan situasi dan kondisi yang sangat genting kala itu. Mata-mata penguasa zalim Ibnu Ziyad telah ditempatkan di semua sudut kota sehingga mereka dapat memantau segala aktifitas penduduk Kufah. Jika terjadi hal yang mencurigakan, mereka akan segera bertindak.. Muslim bin Aqil keluar dari rumah Muhammad bin Katsir, lalu pergi untuk mencari perlindungan agar ia aman dari pantauan mata-mata Abdullah bin Ziyad. Ia terlunta-lunta di antara gang-gang sampai akhirnya tiba di pintu rumah Thau’ah, seorang perempuan mantan budak Asy’ats yang telah dinikahi Usaid bin Hadzrami dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Bilal.

Saat itu, Thau’ah sedang menunggu kedatangan anaknya. Sewaktu Muslim melihatnya, beliau memberikan salam kepada Thau’ah lalu meminta segelas air. Thau’ah memberikan segelas air kepadanya, setelah itu lantas masuk rumah. Sewaktu keluar, ia melihat Muslim masih berada di depan rumahnya, kemudian bertanya:”Bukankah anda telah meminum air?” “Ya”, jawabnya singkat. “Bangkit dan pulanglah ke rumahmu!”, ujar Thau’ah. Namun Muslim bin Aqil tidak memberikan jawaban. Thau’ah mengulangi perkataannya tetapi Muslim diam saja. Untuk ketiga kalinya ia berkata:”Pulanglah ke rumahmu, tidak selayaknya seorang laki-laki asing duduk di depan pintu rumahku. Selain itu pun aku tidak menyukai hal ini, karena ini perbuatan tidak benar.” Kemudian Muslim bangkit dari tempat duduknya kemudian berkata:”Wahai hamba Allah, aku adalah orang asing. Aku tidak memiliki rumah di kota ini. Dapatkah anda melakukan kebajikan untukku, sehingga anda pun akan mendapatkan pahalanya? Mudah-mudahan aku dapat membalasnya”. Thau’ah bertanya:”Apa yang dapat kulakukan?” Muslim menjawab:”Aku adalah Muslim bin Aqil. Penduduk Kufah telah berbohong kepadaku dan mengkhianatiku”. “Engkau Muslim bin Aqil?” tanya Thau’ah. “Ya”, jawab Muslim singkat. Lantas Thau’ah mempersilahkan Muslim untuk berlindung di rumahnya. Meskipun akhirnya, Bilal membocorkan keberadaan Muslim di rumah ibunya kepada mata-mata Abdullah bin Ziyad dikarenakan cinta dunia telah menyelimuti hatinya.[11]

Bersambung…


Tanggapan

  1. Peran perempuan, “Allah swt telah menghendaki untuk melihat mereka dalam keadaan tertawan” (?), Thau’ah, Muslim bin Aqil. Dongengan dari sumber mana lagi ini? Apa bumbu kisah Asysyura tidak terlalu banyak dari kenyataannya? terlalu dibesar-besarkan, didramatisir, hanya untuk meraih simpati dan kecintaan buta berlebihan (kepada Rasul atau bangsa Parsi(?) yang menjerumuskan umat dalam kebodohan akibat kesedihan panjang & saling dendam.

    Nun jauh dipelosok di kampung kami di lembah ana yang tidak mengenal ASURO, Muhammad Saww Sang Nabi & keluarganya tetaplah Muhammad yang dicintai cukup dengan upacara malam jum’atan sederhana melalui lantunan Barjanji dan sedikit penganan ketan & air teh hangat. Dengan mata kepala sendiri kami menyaksikan leluhur & orang tua kami yang bersarung dan berkopiah butut tersentuh tulus dengan uraian airmata tanpa darah..

    Tidak melalui cerita bohong, makanan yang melimpah, peringatan yang konyol melukai diri berdarah-darah diiringi pukulan genderang, Sungguh menghamburkan banyak uang!

    Kok jadi mirip upaya Yahudi melegitimasi kisah HOLOCOUST?

    —————————————

    Islam Feminis:
    Dongeng? Nampak sekali anda sangat minim dalam menelaah buku-buku sejarah Islam, termasuk dari karya-karya ulama anda sendiri…Silahkan baca dan telaah sebanyak mungkin sejarah, niscaya mata anda akan terbuka.

    Pak, banyak orang yang mengaku mencintai Muhammad, tetapi berapa orang yang benar konsekuen dengan cintanya? Apa cinta hanya cukup di lisan, apa juga harus mengikuti segala ungkapan Rasul, termasuk untuk mencintai keluarganya? Dan bukankah Husein tergolong keluarganya? Baca lagi hadis-hadis yang terdapat dalam buku-buku standart mazhab anda.

    Berdarah, siapa pelakunya? Apakah bijak seseorang sewaktu melihat perbuatan sekelompok orang yang menyimpang lantas mengeneralisasikannya? Jika dikampung anda itu beberapa orang suka melakukan maksiat lantas seseorang yang pernah melihatnya menyatakan: “Orang kampung itu ahli maksiat”, benarkah perbuatan ini?

    Pernahkah anda membaca al-Quran tentang ayat orang-orang yang selalu berargumen dan menyandarkan perbuatannya dengan leluhur yang kebanyakan mereka tidak mengetahui apa-apa? Apakah anda juga ingin seperti pribadi-pribadi yang disinggung oleh Allah dalam ayat-ayat itu, tentu anda tidak menghendakinya bukan? Maka, perbanyaklah membaca sejarah Islam, karena untuk pelajaran dalam kehidupan kita. Berapa banyak sejarah mengulang dirinya.

    Imam Khumaini bisa bangkit karena semangat Tragedi Asyura, Hasan Nasrullah mampu bangkit melawan Israel karena semangat Tragedi Asyura…Husein bin Ali mampu mengalahkan pedang dan kekuasaan dengan darah.

  2. “Pernahkah anda membaca al-Quran tentang ayat orang-orang yang selalu berargumen dan menyandarkan perbuatannya dengan leluhur yang kebanyakan mereka tidak mengetahui apa-apa? Apakah anda juga ingin seperti pribadi-pribadi yang disinggung oleh Allah dalam ayat-ayat itu, tentu anda tidak menghendakinya bukan?”

    BUKANNYA PERINGATAN INI UNTUK ANDA?

    Saya tidak menafikan sejarah asuro, malah saya baru saja membeli kitab sejarah ulama anda Rasul jafarian saking penasaran ada apa dibalik asuro. Terima kasih. itu awalnya gara-gara blog Anda juga!

    Akan tetapi kitab sejarah ulama kami -& syiah- mana yang membenarkan tentang peringatan islam apapun -seperti asuro dikalangan syiah- yang diperingati sampai berdarah-darah menganiaya diri seperti yang saya saksikan sendiri dari tayangan TV, majalah, koran? Kalau saya dianggap mengeneralisir, terus terang itu karena saya belum pernah membaca atau mendengar himbauan, bantahan atau larangan peringatan asuro dengan cara berdarah-darah seperti itu dari ulama Anda?! Bahkan sekarang saya cari tentang itu di google. Belum ketemu! Itu artinya, dalam pandangan saya (sampai sekarang) ulama anda membenarkan & bahkan mungkin mensuburkan tradisi itu.

    Kecuali kalau Anda punya pandangan sendiri yang tidak membenarkan upacara peringatan seperti itu. Saya anggap, Ada juga orang syiah yang berbeda menilai tentang cara memperingati asuro. Itu artinya tidak smua orang syiah membenarkan tradisi berdarah-darah.

    Well, jadi sebenarnya, Anda yang mengeneralisir pandangan saya disamakan dengan pandangan orang lain yang awam tentang buruknya tradisi memperingati asuro. Jangankan asuro, untuk mengenang sejarah & mentafakuri perjalalan hidup, ulang tahun kelahiran keluarga kami kami saja kami peringati! Tapi tidak sampe berdarah-darah lho…

    Rasa-rasanya Saya cukup melek untuk baca & menelaah, nduk. wajar kalau saya curiga dengan tulisan Anda, arahnya kemana. waspada harus kan? jangan-jangan adu wedus! tapi, tulisan sampean lainnya saya lihat tulus bagus…

    Iya lah sampean lebih pinter, lebih rajin baca, lebih konsekuen keislamannya & lebih kecintaannya kepada rasulullah & keluarganya daripada orang tua, kakek-nenek lugu kami yang di kampung apalagi dari saya!

    ————————————–

    Islam Feminis:
    Lho yang memakai argumen mengikuti orang leluhur di kampung itu saya ataukah anda? Kok anda jadi melupakan tulisan anda sendiri sich?

    Mas, sewaktu anda tidak menemui, bukan berarti tidak ada khan? Silahkan datang ke ICC-Jakarta, di sana anda akan dapat menemui rujukan kitab yang anda inginkan, tentu dengan bahasa aslinya (Arab atau Persia). Bagaimana pelarangan para ulama (termasuk Imam Khumaini) dalam pelaksanaan acara dengan cara semacam itu. Numun, masih ada saya beberapa kelompok orang yang masih tidak taat. Dan fenomena adanya beberapa oknum yang cenderung menentang ulamanya, ada pada setiap mazhab.

    Tidak menemukan rujukan, lantas curiga dan menghukumi (mengeneralisir) dengan kasus darah-darah…apakah itu perbuatan bijak? Jika anda mengaku dan menyadari sebagai awam selayaknya jauhi cara-cara yang tidak proporsional semacam itu. Banyak baca saja bukan terus menyebabkan orang menjadi bijak bukan?

    Hanya orang bodoh yang merasa paling pinter. Namun, paling tidak, kita harus usaha optimal untuk menjadi orang yang bijak sebagaimana yang diajarkan dan dianjurkan oleh agama. Itu tugas semua orang, termasuk anda dan saya.

    Mas, untuk tambahan bahan bacaan silahkan buka http://www.islamalternatif.net (juga arsip artikelnya) dan beberapa link yang telah saya cantumkan di blog ini.

  3. Ada yang lupa, beresin dulu tulisan perempuan & asyuronya…

    saya sebetulnya sedang meneliti & pemerhati masalah perempuan & anak bukan agama.
    Barangkali kami perlu, kalau boleh, mohon izin copy paste tulisan2nya, kami biasa publikasi lewat buletin & brosur.

    ———————————–

    Islam Feminis:
    Silahkan…!?

  4. Adi Hurairah kaciiian deh luuuuu….
    makanya kalo mau komentar harus banyak baca dulu biar gak ngawur.

  5. Ibu ED Yth, saya hanya memvisualkan untuk membandingkan tidak menjadi dasar argumen. Bahwa, di kampung kami ada bentuk tradisi kecintaan kepada keluarga Rasulullah Saww itu dalam acara sederhana saja,yaitu dengan barjanji & lantunan syairnya yang dibaca bersahut-sahutan. Beberapa dari mereka, -kadang kala saya sendiri-suka ikut terenyuh dan tidak terasa menitikkan air mata. APA INI BUKAN SALAH SATU BENTUK KECINTAAN KEPADA RASUL DAN KELUARGANYA?

    Maksudnya, kalau dengan upacara sederhana maksud tujuan MENGENANG & MENUMBUHKAN KECINTAAN kepada Rasulullah Saw itu bisa tertangkap, Lalu kenapa SAUDARA kami yang syiah mesti melakukan acara memperingati asuro dengan berlebihan dengan cara menganiaya diri memukulkan rantai kepunggung sampai berdarah2? apa tidak berlebihan? dalil argumentasi mana yang dipake? saya kira rasulullah saww & ulama maksum yang kalian yakini juga tidak melakukan dan pasti tidak akan setuju hal yang demikian. Dan tidak menutup kemungkinan ketika acara pukul rante & menganiaya diri itu disuburkan -apalagi sampai ratusan tahun- akan muncul dongengan-dongengan, cerita, dan bumbu atau mitos dibuat-buat untuk membenarkan & mensahkan tradisinya yang malah mengotori atau mengaburkan kisah sesungguhnya yang terjadi. Apa tidak bisa asuro itu selain diisi doa, diisi acara pembacaan syair asuro seperti syair yang dibuat Imam Barjanzi? atau sekedar tumpengan, pawai sederhana dijalanan biasa saja, atau upacara bendera, kek?

    Ini yang sebelumnya saya maksud: BUKANNYA PERINGATAN (mengikuti kebiasaan buruk tradsisi leleuhur) INI UNTUK ANDA?Itu karena saya kira anda juga setuju tradisi jelek memukuli punggung itu.

    mengenai curiga & waspada, terhadap informasi yang tidak lengkap wajar bu, ini berlaku untuk semua huruf angka yang saya baca. kecuali AQ. maklum diera informasi harus serba pinter-pinter milah. kalau tidak, bisa-bisa diakalin & dimanfaatkan orang jahat.

    mengenai curiga & waspada, terhadap informasi yang tidak lengkap wajar bu, ini berlaku untuk semua huruf angka yang saya baca. kecuali AQ. maklum diera informasi harus serba pinter-pinter milah. kalau tidak, bisa-bisa diakalin & dimanfaatkan orang jahat.

    Saudara/ Sdri iamsyiah terima kasih komentarnya, tapi apanya yang ngawur? Yang ngawur itu yang tidak siap dengan perbedaan, tidak mentradisikan dialog, dalam kerangka mencari, memberi, menerima dan bisanya dengki, ngejek ecek-ecekan. Jangan Ujub fanatik ah…

    afwnajiddan. slam

    ——————————————————–

    Islam Feminis:

    Sayang sekali pak, banyak pribadi-pribadi yang kurang suka (bahkan anti) terhadap Syiah mereka sengaja menampakkan Syiah sebagai satu mazhab. Sehingga Pada saat terdapat golongan tertentu dari Syiah meyakini hal yang aneh maka akan dibilang; “itulah Syiah!”. Padahal Syiah juga seperti Ahlusunah, yang terpecah menjadi beberapa kelompok. Menyamakan dan mencampuradukkan beberapa kelompok Syiah yang cenderung Ghulat (mengkultuskan Imam Ali) dengan Syiah Imamiyah Itsna Atsariyah (Jakfariyah), Zaidiyah dan Ismailiyah adalah perbuatan yang tidak benar. Adanya penyimpangan dari sekte-sekte liar dalam tubuh Syiahpun tidak bisa dijadikan bahan penvonisan. Tapi, ini yang sengaja dilakukan oleh musuh-musuh Syiah terkhusus dari kelompok Wahaby garis keras. Mereka sengaja menampilkan gambar-gambar kelompok Syiah yang menyimpang dan menggambarkannya bahwa; “Itulah Syiah” (secara umum). Sehingga ketika disebut kata Syiah, yang tergambar di bayangan adalah simbah darah pada tragedi Asyura…Lihat situs mereka (kaum Wahaby) tentang Syiah; hakekat.com ; Ini merupakan salah satu bentuk pengkhianatan intelektual dan realita. Apa yang mereka cantumkan itu benar ada, namun itu hanya kelompok kecil Syiah yang berada di Pakistan dan India, juga di Irak. Saya yang belajar di Iran (negara resmi Syiah) tidak pernah melihat fenomena semacam ini. Karena Iran akan menghukum dengan keras (sesuai dengan UU-nya) jika ada oknum Syiah melakukan perbuatan menyimpang semacam itu.

    Kaum Wahaby paham betul bagaimana cara menjauhkan dan mengasingkan Syiah dari saudara-saudaranya sesama muslim, dan di sisi lain, agar wahabisme juga diakui sebagai Ahlussunah. Namun saya yakin, usaha itu -walau dengan menghamburkan banyak dana dan tenaga- tidak akan membawa hasil yang mereka inginkan. Kaum Wahaby garis keras berusaha, hanya dengan menggambarkan Syiah seburuk mungkin agar ikhwan Ahlssunah akan membenci saudaranya dari Syiah dan menggandeng mereka (wahabisme) untuk sama-sama membenci Syiah. Padahal, kaum Wahaby garis keras (radikal) itupun memiliki rencana lain yang sangat membahayakan. Ini tipu muslihat mereka…naudzubillah min dzalik.

    Pak, saya juga pernah merasa seperti anda, penasaran dengan Syiah. Setelah saya pelajari akhirnya saya memutuskan untuk berpindah ke mazhab Ahlul Bayt ini. Dan saya sendiri, hingga kini pun keluarga saya masih bermazhab Ahlussunah dan sama sekali tidak mempermasalahkan kesyiahan saya, karena saya telah menjelaskan apa hakekat Syiah sebatas yang selama ini saya pelajari secara langsung dari sumber-sumber aslinya, buku-buku standart ataupun ungkapan para ulama Syiah secara langsung, bukan hanya dengar-dengar dari pihak ketiga, apalagi dari yang memusuhi Syiah. Walaupun saya juga membaca buku-buku anti Syiah, sebagai bahan perbandingan dan kajian. Dan berkat buku-buku itu pula akhirnya saya mendapat hakekat tentang Syiah yang sebenarnya.

  6. Islamalternatifnya & ICC nya sudah saya kunjungi. Terima ksih sekarang saya jadi tahu, ternyata bukan hanya anda, Imam khomeini & ulama anda juga melarang tradisi asuro yang pake acara mengaiaya diri ini. Tq.

    —————————————————–

    Islam Feminis:
    Sama-sama…”tak kenal maka tak sayang, kenalilah dari dirinya jangan dari orang lain, dan sayang tak mesti harus memiliki”, itu prinsip dalam mengenal mazhab lain untuk mewujudkan persatuan Islam.

    Untuk menambah informasi tentang “Pengharaman Ulama Syiah Berkaitan dengan Acara Berdarah di Hari Asyura” dan ternyata itu ada susupan dari pihak lain yang tak dikenal silahkan buka: http://islammuhammadi.com/id/content/view/267/1/ dan http://islammuhammadi.com/id/content/view/270/1/


Tinggalkan komentar

Kategori